Tuesday, February 25, 2014

TAUBAT ATAU PENGENDALIAN DIRI (Q. S. At-Tahrim : 8)



TAUBAT ATAU PENGENDALIAN DIRI
(Q. S. At-Tahrim : 8)
       I.            PENDAHULUAN
Di dalam memahami kandungan al-qur’an, kita perlu penafsiran yang benar agar dalam memahami pesan yang disampaikan oleh al-qur’an bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari yang tentunya sesuai dengan tuntunan dari Allah. Dari banyak peristiwa yang terjadi, dan kehidupan sehari-hari banyak yang keliru dalam melaksanakannya dan agar manusia tidak terjebak dalam kesesatan yang dalam. Maka dari itu, disini akan sedikit dipaparkan tentang taubat atau pengendalian diri yang dikaitkan dengan Q.S. At-Tahrim ayat 8.

    II.            PERMASALAHAN
1.      Ayat Dan Artinya
2.      Pengertian Ijmal (Global)
3.      Asbabun Nuzul
4.      Tafsir Mufrodat
5.      اِيْضَاحْ (Penjelasan)

 III.            PEMBAHASAN
1.      Ayat Dan Artinya
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
2.      Pengertian Ijmal (Global)
Setelah Allah memerintahkan kepada sebagian istri Nabi saw. untuk bertaubat dari kesalahan yang terlanjur dilakukan, dan menjelaskan kepada mereka bahwa Allah akan menjaga dan menolong Rasul-Nya hingga kerja sama mereka untuk menyakitinya tidak akan membahayakannya, kemudian memperingatkan mereka agar tidak berkepanjangan dalam menentangnya karena khawatir akan dithalaq dan dijatuhkan dari kedudukannya yang mulia sebagai ibu-ibu kaum Mu’minin, karena digantikan oleh istri-istri lain dari wanita-wanita Mu’min yang saleh; Dia memerintahkan kaum Mu’minin pada umumnya untuk menjaga diri dan keluarga dari neraka yang kayu bakarnya adalah manusia dan berhala-berhala pada hari Kiamat. Yaitu pada hari dikatakan kepada orang-orang kafir: “Janganlah kamu ber’udzur, karena waktunya sudah terlambat. Kamu itu menerima balasan dari apa yang kamu lakukan di dunia”. Kemudian Dia memerintahkan orang-orang Mu’min agar meninggalkan kesalahan-kesalahan mereka dan bertaubat dengan taubat nasuh, sehingga mereka menyesali kekeliruan-kekeliruan yang terlanjur mereka lakukan dan berkemauan kuat untuk tidak mengulanginya pada waktu pada waktu yang akan datang, supaya Allah meghapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga-surga yang penuh nikmat.

3.      Asbabun Nuzul
Tidak ada.

4.      Tafsir Mufrodat

اَلتَّوْ بَةُ النَّصُوْ حَا : menyesali apa yang telah dilakukan dan berkemauan kuat untuk tidak melakukannya kembali pada waktu yang akan datang.

5.      اِيْضَاحْ (Penjelasan)

يَأَ يُّهَا الَّذِيْنَ ءَا مَنُوْاْ تُوْ بُواْ اِلَى اللهِ تَوْ بَةً نَّصُوْحًا عَسَى رَبُّكُمْ اَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَا تِكُمْ وَيُدْ خِلَكُمْ جَنَّةٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ ءَا مَنُوْا مَعَهُ
Wahai orang- orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kembalilah kamu dari dosa-dosa kamu kepada mentaati Allah dan kepada apa yang menyebabkan Allah ridha kepadamu, dengan taubat yang kamu tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa untuk selamanya. Semoga Tuhanmu menghapuskan dosa-dosa dari perbuatan-perbuatan yang telah kamu lakukan, dan memasukkan kamu ke dalam taman-taman yang dari bawah pepohonannya mengalir sungai-sungai, disaat Allah tidak mengecewakan Muhammad saw. dan orang-orang Mu’min yang bersamanya.
Syarat-Syarat Taubat Nashuh
Telah dikeluarkan dari Ibnu Mardawaih, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Taubat Nashuh adalah bila seseorang hamba menyesali dosa yang telah dilakukannya sehingga ia memohon maaf kepada Allah, kemudian tidak melakukan dosa itu lagi untuk selama-lamanya, sebagaimana susu yang telah menetes tidak akan kembali kepada sumbernya. Begitu pula diriwayatkan dari Umar, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’b, Al-Hasan dan lain-lain.
Berkata Imam Nawawi: Taubat Nashuh adalah taubat yang memenuhi tiga hal:
a.       Berhenti dari perbuatan maksiat
b.      Menyesali perbuatan itu
c.       Kemauan yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan yang serupa dengan yang ditaubatinya itu untuk selama-lamanya.
Apabila perbuatan maksiat itu berhubungan dengan manusia, maka ia wajib mengemalikan barang yang dirampasnya itu kepada yang empunya atau kepada ahli warisnya, atau diperoleh pembebasan daripadanya.
Ringkasnya : kemaksiatan yang hanya berhubungan dengan hak Allah itu cukup disesali, misal dari medan perang dan meninggalkan amar ma’ruf. Sedang kemaksiatan yang berhubungan dengan hak-hak hamba, disamping harus disesali juga berjanji untuk mengembalikan hak hamba itu atau menggantinya, apabila dosanya berupa kezhaliman seperti merampas dan membunuh dengan sengaja, dan harus meminta maaf kepadanya apabila dosa itu menyakitinya, seperti mengumpat jika umpatan itu sampai kepadanya. Tetapi ia tidak seharusnya merinci umpatannyya kecuali jika umpatan sampai kepadanya dalam keadaan yang lebih keji.
Kata  عَسَى (semoga, mudah-mudahan) dipergunakan untuk menunjukkan harapan akan terjadinya pemaafan saja, meski Allah menjanjikan untuk menerima taubat. Yang demikian sesuai dengan kebiasaan para raja dalam percakapan. Mereka mengatakan apabila hendak berbuat, “Mungkin kami dapat melakukan seperti ini”.
Dan juga untuk menyadarkan bahwa yang demikian adalah karunia dari Allah swt. Menerima taubat tidak menjadi keharusan bagi Allah. Oleh karena itu, maka seharusnya hamba berada diantara harap dan cemas serta bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugas ibadah.
Kemudian Allah menjelaskan ciri-ciri keberuntungan, kemenangan, untuk mendapatkan yang diharapkan yang dimiliki oleh Nabi saw dan orang-orang yang bersamanya. Firman-Nya:
نُوْرُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَا نِكُمْ
Cahaya mereka memancar dihadapan mereka ketika mereka berjalan, dan disebelah kanan mereka ketika mereka dihisab sebab mereka diberi Kitab dari sebelah kanan mereka dan didalam Kitab itu itu terdapat cahaya dan kebaikan bagi mereka.
Kemudian Allah menjelaskan apa yang diminta mereka dari Tuhan mereka. Firman-Nya :
يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَا
Mereka memohon kepada Tuhan mereka agar Dia mengekalkan bagi mereka cahaya mereka dan tidak memadamkannya sampai mereka melewati shirath. Ketika itu orang-orang munafik mengatakan kepada mereka:
اُنْظُرُوْنَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُوْرِكُمْ
Tunggulah supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.” (Al-Hadid, 57:13)
Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Hadid, mereka juga memohon kepada-Nya agar Dia menutup dosa-dosa dan tidak mempermalukan mereka dengan menyiksa karena dosa-dosa itu pada waktu dihisab.
Kemudian mereka menyebitkan apa yang menyebabkan mereka mengharap dikabulkannya doa. Kata mereka :
اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَئِ قَدِيْرٌ
Sesungguhnya Engkau kuasa wahai Tuhan kami, untuk menyempurnakan cahaya kami, mengampuni dosa-dosa kami dan untuk mengabulkan apa yang kami harap dan inginkan dari Engkau. Ya Allah kabulkanlah permohonan kami dan janganlah Engkau kecewakan harapan kami.
Diriwayatkan bahwa orang yang paling rendah kedudukannya diantara mereka itu cahayanya -- menurut kadar dia – dapat melihat telapak kakinya, sebab cahaya itu menurut kadar amal.
Diriwayatkan pula bahwa orang-orang yang petama kali masuk surga itu berjalan di atas shirath secepat kilat. Sebagian mereka berjalan seperti angin. Sebagian lain berjalan dengan merangkak atau merayap. Mereka itulah yang difirmankan-Nya :
رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا

 IV.            KESIMPULAN
Taubat Nashuh adalah bila seseorang hamba menyesali dosa yang telah dilakukannya sehingga ia memohon maaf kepada Allah, kemudian tidak melakukan dosa itu lagi untuk selama-lamanya, sebagaimana susu yang telah menetes tidak akan kembali kepada sumbernya.
Taubat Nashuh adalah taubat yang memenuhi tiga hal:
a.       Berhenti dari perbuatan maksiat
b.      Menyesali perbuatan itu
c.       Kemauan yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan yang serupa dengan yang ditaubatinya itu untuk selama-lamanya.
Taubat juga merupakan pengendalian diri orang untuk tidak melakukan maksiat. Apabila mereka bertaubat namun masih melakukan kemaksiatan dari yang ditaubatinya, maka taubat mereka bukanlah yang sebenar-benarnya.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan. Tentunya jauh dari kesempurnaan, dan karena itulah saya mohon kritik serta saran yang membangun. Dan saya mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin..



DAFTAR PUSTAKA
Rasyidi, Anwar, Drs., Tafsir Al-Maraghy, Semarang: Penerbit Toha Putra, 1986



No comments:

Post a Comment

Cerita Nyata

BAPAK HOBI SELINGKUH Cerita ini merupakan pengalaman anak tetanggaku, sebut saja namanya Finsa. Saat ini usianya hampir mendekati 20 t...