A.
PENDAHULUAN
Kepribadian adalah semua corak
perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan
untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari
luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan
fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat
dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar
serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan
mantap kepribadiannya.
B.
PERMASALAHAN
Bagaimana pendekatan psikoanalisis dan pendekatan belajar dalam
psikologi klinis?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pendekatan
Psikoanalisis atau Psikodinamika
Bentuk teori
kepribadian dan terapi ini muncul dalam konteks medis dengan asumsi dasar bahwa
klinisi menangani patologi. Freud menyebut pendekatan ini psikoanalisis, tetapi
istilah psikodinamika lebih banyak digunakan karena dapat mencakup
psikoanalisis dan berbagai macam pendekatan yang muncul berdasarkan pemikiran
Freud, yang semuanya menekankan pada pentingnya ketidaksadaran. Kata dinamik
dimaksudkan sebagai istilah psikologis yang paralel dengan dinamika fisik, yang
berhubungan dengan berbagai kekuatan yang mengubah sebuag benda dari inertia
(kelembaman ) dan equilibrium (kesetimbangan) yang terus –menerus. Psikoterapis
psikodinamika tertarik dengan kekuatan-kekuatan perubahan, terutama emosi,
insting, motif, dan konflik.[1]
Pendekatan psikoanalisis atau psikodinamik menganggap bahwa tingkah
laku abnormal disebabkan oleh faktor-faktor intrapsikis (konflik tak sadar,
represi, mekanisme defensif), yang mengganggu penyesuaian diri. Menurut Freud,
pribadi seseorang bukan terletak akan apa yang ia tampilkan secara sadar,
melainkan apa yang tersembunyi dalam ketidaksadarannya. Atas landasan teori
tersebut, pendekatan ini mengutamakan penggalan isi ketidaksadaran seseorang.
Aspek-aspek kepribadian yang menjadi perhatian adalah ego-id-superego (Freud),
persona-ego-shadow-archetype (Jung), jenis orientasi moving toward-away-againts
(Horney), inferiority-compensation (Adler) dan sebagainya.[2]
Teori
psikodinamika atau tradisi klinis berangkat dari dua asumsi dasar. Pertama,
manusia adalah bagian dari dunia binatang. Kedua, manusia adalah bagian dari
sistem enerji. Kunci utama untuk memahami manusia menurut paradigma
psikodinamika adalah mengenali semua sumber terjadinya perilaku, baik itu
berupa dorongan yang disadari maupun yang tidak disadari.
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit.[3]
Teori psikodinamika ditemukan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Dia memberi nama aliran psikologi yang dia kembangkan sebagai psikoanalisis. Banyak pakar yang kemudia ikut memakai paradigma psikoanalisis untuk mengembangkan teori kepribadiannya, seperti : Carl Gustav Jung, Alfred Adler, serta tokoh-tokoh lain seperti Anna Freud, Karen Horney, Eric Fromm, dan Harry Stack Sullivan. Teori psikodinamika berkembang cepat dan luas karena masyarakat luas terbiasa memandang gangguan tingkah laku sebagai penyakit.[3]
Ø Adapun
tokoh- tokoh pendekatan psikodinamika adalah
1.
Sigmund Freud
Teori
Psikoanalisis dikembangkan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis dapat dipandang
sebagai teknik terapi dan sebagai aliran psikologi. Sebagai aliran psikologi,
psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian, khususnya dari segi
struktur, dinamika, dan perkembangannya.
Struktur Kepribadian Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.[4]
Struktur Kepribadian Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.[4]
Freud
berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur,
yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan
dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek,
fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri.
2.
Alfred Adler
Tokoh yang
mengembangkan teori psikologi individual adalah Alfred Adler (1870-1937), yang
pada mulanya bekerja sama dengan dalam mengembangkan psikoanalisis. Karena ada
perbedaan pendapat yang tidak bisa diselesaikan akhirnya Adler keluar dari
organisasi psikoanalisis dan bersama pengikutnya dia mengembangkan aliran
psikologi yang dia sebut Psikologi Individual (Idividual Psychology).
a.
Konsep-konsep psychology individual
·
Menurut Adler manusia itu dilahirkan
dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan
perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungab kepada
orang lain.
·
Manusia, menurut Adler, merupakan
makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang
lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya.
b.
Dua dorongan pokok
Dalam diri
setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar
belakangi segala perilakunya, yaitu :
·
Dorongan kemasyarakatan, yang
mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
·
Dorongan keakuan, yang mendorong
manusia bertindak untuk kepentingan diri sendiri.
c.
Perjuangan menjadi sukses atau ke
arah superior
·
Individu memulai hidupnya dengan
kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang
kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya.
d.
Gaya hidup (style of life)
·
Menurut Adler setiap orang memiliki
tujuan, merasa inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang berusaha
mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler
menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang
mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan dalam
kehidupan tertentu di mana dia berada.[5]
e.
Minat sosial (social interest)
·
Adler berpendapat bahwa minat sosial
adalah bagian dari hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada
tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang
mengejar superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai.
Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pem,abuk, anak bermasalah,
dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
3.
Carl Gustav Jung
Dikenal
mengmbangkan Analytical Psychology. Sebagai murid Freud, Jung juga mengajukan
keberatan terhadap beberapa konsep utama Freud yang menyebabkan hubungan
keduanya renggang dan retak. Perbedaan utama Jung dan Freud terletak pada
pandangan mereka tentang ketidak sadaran. Meskipun keduanya menekankan
ketidaksadaran sebagai penentu perilaku menusia (bahkan Jung lebih kuat dalam
hal ini) tapi mereka berbeda posisi tentang asal ketidaksadaran ini. Freud
mengatakan bahwa unsure seksual adalah factor utama dan dominant dalam
ketidaksadaran, sementara Jung sangat tidak setuju dengan pandangan ini dan
menyatakan bahwa sumber ketidaksadaran adalah warisan dari nenek moyang
sehingga sifatnya social dan tergantung ras.
Ø Prinsip dan
Karakteristik Inti Terapi Psikodinamika
a) Konflik
intrapsikis dan tak sadar sangat penting bagi perkembangan manusia.
b) Pertahanan
berkembang dalam struktur internal untuk menghindari konsekuensi konflik ynag
tidak menyenangkan; terapis mengeksplorasi berbagai upaya untuk menghindari
topic-topik atau aktivitas-aktivitas yang menghalangi kemajuan terapi.
c) Psikopatologi
berkembang terutama dari pengalaman masa kanak-kanak awal.
d) Representasi
internal dari pengalaman diorganisasikan di seputar hubungan interpersonal
dengan orang lain.
e) Diharapkan
bahwa isu-isu dan dinamika-dinamika kehidupan yang signifikan akan muncul
kembali dalam hubungan ynag dibentuk pasien denagn terapis, yang menghasilkan
transferansi (perasaan terhadap terapis) kontratransferensi (persaan terapis
terhadap pasien), yang masing-masing dapat bersifat positif atau negative.
f) Asosiasi
bebas adalah metode utama untuk mengungkap konflik-konflik dan maslah-masalah
internal, terutama melalui eksplorasi keinginan, mimpi, dan fantasi.
g) Interpretasinya difokuskan pada transferensi,
mekanisme pertahanan, dan gejala-gejala saat ini, serta penyelesaian
masalh-masalah ini.
h) Insight
merupakan aspek sentral atau paling tidak sangat diharapkan untuk keberhasilan
terapi, bukan hanya katarsis atau pengekspresian perasaan.
Ø Kekurangan
dan Kelebihan Pendekatan Psikodinamika
Pada teknik psikodinamika, meskipun sebagian
psikoanalis terus mempraktikan psikoanalis tradisional dengan cara yang sama
dengan Freud, Kelemahan psikoanalisis tradisonal yakni:
a) Bentuk yang
lebih singkat dan kurang intensif
b) Klien dan
treapis umunya duduk berhadapan
c) Terapis
tidak memberikan interpretasi secara berkala, melainkan terlibat dalam
pertukaran verbal yang lebih sering dengan klien.
Kelebihan psikodinamika (psikoanalitik/terapi
psikodinamika)baru:
a) Bentuk
penanganan yang lebih singkat dan murah atau lebih intensif
b) Bertujuan
mengungkapkan motif-motif bawah sadar dan menghancurkan resistansi dan
pertahanan psikologis
c) Fokusnya
lebih pada hubungan klien
d) Terapinya
membutuhkan dialog yang lebih terbuka dan eksplorasi langsung dari pertahanan
klien dan transference disbanding bentuk tradisional. [6]
2.
Pendekatan
Belajar
Orientasi belajar dalam pendekatan dan penyembuhan gangguan jiwa
didasarkan atas teori-teori belajar, antara lain prinsip-prinsip kondisioning
klasik, kondisioning operan dan belajar sosial. Salah satu asumsi model belajar
untuk memahami gangguan jiwa adalah bahwa gangguan jiwa merupakan respons yang
tidak cocok (inapropriate) yang terbentuk melalui proses belajar dan
dapat bertahan karena adanya penguat yang mempertahankannya. Neurosis adalah ‘an
inapropriate response affecting your life’.
Dalam interviu, tidak perlu digali peristiwa-peristiwa di masa
lampau dan konflik-konflik yang tidak disadari seperti halnya dalam pendekatan
psikoanalisis. Pendekatan belajar tidak melihat adanya peran semua itu. Yang
penting untuk memahami dan menyembuhkan suatu simtom adalah keadaan masa kini
yang langsung mencetuskan simtom tersebut. Suatu simtom hanya diperhatikan
kuantitasnya apakah berlebihan (excess) atau kekurangan (deficit).[7]
Ø Gangguan model belajar
Model belajar menganggap bahwa gangguan perilaku terjadi karena
pengalaman salah belajar (faulty learning) . Yang dimaksud salah belajar
adalah:
1)
Mempelajari
dengan benar contoh perilaku yang tidak baik
2)
Mempelajari
dengan salah contoh perilaku yang baik
Dalam model belajar ini, yang terutama dipelajari adalah perilaku
sosial (Ullman dan Krasner, 1975). Faktor faali sebagai faktor penyebab
perilaku salah dilihat sebagai faktor kedua dari kebanyakan kasus.
Dibandingkan dengan model-model lain, model belajar memusatkan diri
pada perilakunya itu sendiri daripada terhadap proses konflik internal atau
faktor-faktor faali yang mempengaruhi perilaku. Melalui perilaku aktual yang
pasti, model belajar memungkinkan menggunakan prinsip metode ilmiah dengan
asumsi yang lebih sedikit daripada model lain. Model belajar pun dapat menjadikan
prinsip terbentuknya perilaku maladaptif dalam usaha mengubah perilaku maladaptif
menjadi adaptif.[8]
Banyak hal-hal atau hambatan yang menyebabkan kesulitan belajar,
tapi pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu:
1.
Faktor
Indogin ialah faktor yang datang dari diri sendiri. Faktor ini meliputi:
-
Faktor
Biologis (faktor yang bersifat jasmaniah), misalnya kesehatan dan cacat badan.
-
Faktor
psikologis (faktor yang bersifat rohaniah), misalnya intelligensi, perhatian
minat, bakat dan emosi.
2.
Faktor
Exogin ialah faktor yang datang dari luar diri seseorang. Faktor ini meliputi:
-
Faktor
lingkungan keluarga; misalnya faktor orang tua, suasana rumah, dan keadaan
ekonomi
-
Faktor
lingkungan sekolah
-
Faktor
lingkungan masyarakat[9]
Ø Prinsip-prinsip pendekatan belajar diantaranya adalah:
a.
Belajar
harus bertujuan dan terarah.
b.
Belajar
memerlukan bimbingan.
c.
Belajar
memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh
pengertian-pengertian.
d.
Belajar
memerlukan latihan agar apa yang dipelajari dapat dikuasainya.
e.
Belajar
harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan.
f.
Belajar
dianggap berhasil apabila telah sanggup menerapkan dalam praktek sehari-hari.[10]
Ø Perbedaan Terapi Psikoanalisa dengan Terapi Belajar
Terapi dengan menggunakan pendekatan belajar dinamakan behavior
therapy. Terapi pada psikoanalisis dinamakan insight therapy. Perbedaan
antara behavior therapy dan insight therapy adalah: Insight
therapy (dinamakan juga psikoterapi tradisional) yang dipelopori oleh Freud
pada dasarnya masih mempertahankan model penyakit yang diterapkan pada
kesehatan mental. Pusat perhatian terapis adalah ke masa lalu yang dianggap
sebagai sumber permulaan terjadinya gangguan. Konflik-konflik di masa lalu yang
tidak disadari itu harus disadarkan agar tidak terjadi penyembuhan. Behavior
therapy memusatkan perhatian pada tingkah laku yang mudah diobservasi dan
tidak mencari determinan-determinan di dalam diri individu melainkan mencari
determinan determinan luar dari suatu tingkah laku patologis.[11]
Ø Kekurangan dan Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
Kekurangan :
Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Kelebihan :
Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleks, dan daya tahan.
Contoh : Percaapan bahasa Asing, menari, mengetik, olah raga, dll. Cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian. Dapat
dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.[12]
D.
KESIMPULAN
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya
pendekatan psikoanalisis dengan pendekatan belajar sangat bertolak belakang.
Hal ini dapat diketahui dari segi interviu hingga tahap terapinya.
Psikoanalisis bertujuan untuk mengungkap hal-hal yang tersembunyi atau tak
sadar, yaitu pengalaman masa lalu yang traumatik. Sedangkan behavioristik
bertujuan memahami dan menyembuhkan suatu gejala yang ada dalam masa kini tanpa
melihat sesuatu di belakang.
Sebagai konselor rohani, untuk mendapatkan hasil yang terbaik yaitu
dengan cara menggabungkan atau menggunakan kedua teori ini. Karena
masing-masing terapi mempunyai kekurangan dan kelebihan.
E.
Penutup
Demikianlah
makalah yang dapat saya sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan selanjutnya.
Dan
akhirnya pemakalah mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika
penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri khususnya dan bagi pembaca
yang budiman pada umumnya dalam kehidupan ini. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu, 1999,Psikologi Sosial,
Jakarta: Rineka Cipta
Alwisol.
2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press, Hal. 3-4
Slamet Dan Sumarmo Markam, Suprapti, 2003, Pengantar Psikologi
Klinis, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Wiramihardja,
Sutardjo, 2007, Pengantar Psikologi
Klinis, Bandung: Refika Aditama
[2]
Suprapti Slamet Dan Sumarmo Markam, 2003, Pengantar Psikologi Klinis,
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, Hal 64
[3]
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press,
Hal. 3-4
[4]
Ibid, hal 17
[5]
Ibid, hal 97
[7]Op.
Cit. Suprapti Slamet, hal 68-69
[8]
Sutardjo Wiramihardja, 2007, Pengantar
Psikologi Klinis, Bandung: Refika Aditama, Hal 53-54
[9]
Abu Ahmadi, 1999,Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 283
[10]
Ibid, Hal 282
[11]
Op. Cit. Suprapti Slamet, hal 70
No comments:
Post a Comment