Tuesday, February 25, 2014

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN; GANGGUAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA



GANGGUAN TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA
       I.            Latar Belakang
Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty (1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best of time and the worst of time.
Kita menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :
·      Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. Charlotte Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental.
·      Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
·      G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai masa storm and drang (badai dan topan).
Para ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13 tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th); dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja. Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
    II.            Pembahasan
Kasus I
1.      Identitas Objek Yang Diteliti
Objek yang diteliti adalah seorang remaja laki-laki berusia + 16 tahun. Anak kedua dari tiga bersaudara. Anak ini bernama Aldian. Ayahnya adalah seorang dokter dan ibunya bekerja membuka salon. Dia bersekolah di SLTP Negri 19 dan kini bersekolah di STM Pallapa Semarang.
2.      Kasus Yang Dihadapi
Anak yang menginjak masa remaja ini mengalami tekanan batin yang kemudian dilampiaskan dengan hal yang tidak sesuai dengan lingkungan (maladaptif). Pelampiasan yang pertama dan yang paling sering dilakukan adalah balap motor atau yang sekarang sering bisebut dengan nama “trek-trekan”. Pelampiasan seperti ini sangat berresiko tinggi terhadap keselamatan jiwanya. Meski sudah diperingatkan oleh kedua orangtuanya, anak itu tidak pernah menggubrisnya. Ia malah semakin nekat melampiaskan tekanan batinnya dengan trek-trekan tersebut. Hingga akhirnya orang tuanya mengambil tindakan untuk tidak memberikan sepeda motor terhadap anak tersebut.
Setelah anak itu merasa sudah tidak bisa melampiaskan dengan trek motor tersebut. Tanpa pikir panjang anak itu melampiaskan dengan kabur dari rumah selama 3 hari. Setelah 3 hari, anak laki-laki itu pulang ke rumah dan ia tidak seambisius biasanya. Namun, anak itu seperti kurang paham jika diajak bicara. Sejak kejadian itu, anak itu terlihat selalu lesu, semakin malas belajar, dan menghabiskan waktunya dengan tidur. Semakin hari tubuhnya semakin kurus. Namun, hal ini belum tidak menjadi perhatian bagi orang tuanya. Orang tuanya melihat perubahan itu hanya sebagai dasar anaknya yang bandel. Hingga suatu hari, saat ibunya ingin buang air besar, ia menjumpai  pintu kamar mandi yang tertutup lama tanpa terkunci. Setelah dibuka, ia menjumpai anak laki-lakinya sedang menghirup jenis narkoba.
Selanjutnya anak itu benar-benar dikekang untuk tidak keluar rumah, karena pada saat itu adalah liburan kelulusan. Namun, yang pernah dijumpai adalah anak laki-lakinya pernah sakau meski tidak terlalu parah.  Namun, mengetahui itu ibunya bukannya langsung membawanya ke rehabilitasi namun malah dipukuli. Hingga sekarang anak yang kini berada dala jenjang SMA itu terlihat sangat kurus sekali.
3.      Penyebab
Penyebab dari kasus pertama diantaranya adalah karena orang tua sering bertengkar dan tidak ada komunikasi hingga sekarang, meski keduanya berada dalam satu rumah. Percekcokan kedua orang tua ini sering terdengar oleh tetangga-tetangga sekitar rumah mereka. Bahkan tak jarang mereka melakukan percekcokan di jalan meski percekcokan itu tidak seheboh yang didengar di dalam rumah mereka. Hal ini yang membuat anak-anak mereka tidak betah tinggal di rumah, stress akan apa yang terjadi antara kedua orangtuanya, dan akhirnya memilih jalan yang tidak sesuai dengan lingkungannya.
Telah diketahui tetangga-tetangga bahwasanya sebab dari percekcokan itu adalah karena sang suami mempunyai WIL (Wanita Idaman Lain). Sudah bukan menjadi gossip masyarakat, namun sudah menjadi fakta yang sebenarnya karena hal itu sudah tidak ditutup-tutupi lagi oleh suami. Warga pun sudah pernah bermaksud untuk menggerebek, namun maksud itu belum tersampaikan. Perselingkuhan suami yang menimbulkan percekcokan dengan istrinya hingga membuat anaknya stress ini bukan hal yang wajar. Suami yang bekerja menjadi dokter dan mempunyai istri yang sangat cantik ini adalah sebuah karunia yang patut disyukuri bukan malah mencari WIL yang tidak lebih cantik dari istrinya.
4.      Pendekatan Konseling Yang Digunakan
                        Kasus ini bisa menggunakan 2 pendekatan konseling. Yang pertama adalah konseling behavioristik dan yang kedua adalah konseling islami.
o   Konseling Behavioristik
                        Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.[1]
Terapi behavioral berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan: (a) pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan penguraian-penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atas hasil terapi.[2]
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi sebagai orang tua atau interaksi sosial.
o   Konseling Islami
Akhlak tercela dianggap sebagai gangguan kepribadian atau psikopatologi, sebab hal itu mengakibatkan dosa (al-itsm), baik dosa vertikal maupun dosa horizontal atau sosial. Dosa adalah kondisi emosi seseorang yang dirasa tidak tenang setelah ia melakukan suatu perbuatan (baik perbuatan lahiriah maupun batiniyah) dan tidak enak jika perbuatannya diketahui orang lain.
Menurut Mujib, gangguan kepribadian meliputi tiga domain, yaitu domain keihsanan (akhlak), domain keimanan (akidah), dan keislaman (ibadah dan muamalah). Gangguan kepribadian yang kemudian berbentuk kepribadian buruk, merupakan psikopatologi dalam peristilahan psikologi dalam perspektif Islam, karena memiliki dua ciri, sebagai berikut:
a)      Perilaku dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri individu, disebabkan adanya simptom-simptom patologis seperti kecemasan, kegelisahan, keresahan, kebimbangan kekhawatiran, kekuatan, keraguan, konfilk, keterasingan, kemurungan, dan kemalasan.
b)      Perilaku itu mengandung dosa yang dilarang oleh Allah SWT. Semua kepribadian buruk dilarang olehNya dan siapa yang melanggar nya maka ia akan mendapat siksaNya.[3]
5.      Solusi
                        Pertengkaran yang terjadi pada orang tua mengakibatkan dampak yang besar bagi anak. Dengan kejadian atau kasus ini solusi yang diberikan bisa menggunakan pendekatan solusi sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Yang pertama adalah memberi perhatian yang lebih kepda anak itu. Ini dikarenakan anak itu kurang perhatian dan akan mudah diberi pengarahan. Jika dia mudah diberi pengarahan, maka ia pun mudah untuk berubah dengan baik sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang baik. Dan jika kita memberikan pandangan yang baik pada anak itu, maka dengan mudah dan tidak terpaksa anak itu akan mengikutinya.
            Setelah itu diberikan juga penguatan akan iman, islam dan ihsannya agar tetap istiqomah dan berpegang teguh pada agamanya. Kemudian dikokohkan keyakinannya agar tetap bersandar dan pasrah pada dzat yang telah menciptakan. Dan bahwasanya semua permasalahan mempunyai jalan penyelesaian yang baik dan setiap perbuatan baik maupun buruk pasti ada balasan yang sesuai dengan yang dilakukan. Kemudian konselor juga harus memastikan anak itu tidak kembali pada perbuatan buruknya.
Kasus II
1)      Identitas Objek Yang Diteliti
Objek kedua yang diteliti adalah anak remaja perempuan berumur + 17 tahun. Anak pertama dari dua bersaudara. Namanya adalah Prisma. Ayahnya bekerja sebagai guru dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Dia adalah lulusan MTs Tempuran Boja dan sekarang bersekolah di SMAN I Boja.
2)      Kasus Yang Dihadapi
Anak ini mengalami kesalahan pergaulan akibat jalan yang diplihnya. Ia merasa sangat senang mempunyai banyak teman yang kebanyakan adalah laki-laki. Ia merasa terlindungi dan sangat diperhatikan oleh teman-temannya ini. Perasaan ini menjadi sebuah kebanggaan dalam dirinya sebagaimana ia dapat menaklukkan banyak lelaki. Dari beberapa lelaki yang menjadi temannya, salah satu dari mereka menjadi pacarnya. Setiap orang tuanya tidak berada dirumah ia selalu mengajak pacarnya ke rumahnya. Hingga suatu saat ayahnya pergi, ia mengajak mengajak pacarnya ke rumahnya. Saat itu ibunya berada di dapur, ia mengajak pacarnya masuk dalam kamar. Tak berapa lama, adik perempuan ayahnya (tantenya) datang. Karena lama mengucapkan salam namun tidak ada yang menjawab, akhirnya tantenya langsung masuk. Dan tantenya tergerak masuk ke kamar anak itu dan mendapati mereka yang berbuat zina.
Hal diatas kemudian dilaporkan tantenya pada ibunya di dapur. Namun, ibunya tetap membela anaknya. Kemudian tantenya melaporkan pada kakak kandungnya sebagai ayah anak itu. Namun, pernyataan itu langsung ditentang oleh ibu kandung dan anak itu. Setelah kejadian itu, anak perempuan itu memiliki rasa dendam pada tantenya dan selalu ingin menjatuhkan tantenya didepan ayahnya. Dan keinginannya terwujud, tantenya berbuat kesalahan kecil yang kemudian membuat kakaknya membantainya dan mengusirnya dari rumah orang tuanya.
3)      Penyebab
Anak yang berada dalam masa remaja ini pada awalnya adalah anak yang pesimistis dan tidak mudah bergaul dengan teman sebayanya. Hingga ia pun tidak diakui dalam kelompok sepermainannya. Keadaan ini membuat dirinya semakin minder dan merasa sangat ingin diakui oleh teman-temannya. Karena keinginannya itu akhirnya ia mencari cara bagaimana caranya agar teman sebayanya juga menganggapnya ada dalam group mereka. Namun, jalan yang dipilihnya adalah mengubah penampilan yang tadinya tertutup menjadi lebih terbuka. Kemudian, ia pun meminta sesuatu yang dianggapnya keren agar teman-temannya mau melihatnya sebagai anggota kelompoknya. Permintaan anaknya tak dapat ditolak bapaknya, karena ibunya selalu membela.
Penyebab selanjutnya adalah kurangnya pendidikan terhadap anak akan bagaimana cara bergaul dengan sesama dan lawan jenis. Kurangnya ketegasan orang tua juga mempengaruhi anak berpendapat bahwa sikapnya lah yang paling baik.


4)      Pendekatan Konseling Yang Digunakan
                        Dalam kasus ini bisa menggunakan berbagai pendekatan, diantaranya pendekatan psikoanalisis, eksistensial, terapi terpusat pada pribadi, terapi rasional emotif serta konseling islami. Menurut berbagai pendekatan tersebut dikemukakan bahwasanya pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri memiliki ciri kepribadian pokok, diantaranya: (1) Ego tidak berfungsi penuh serta tidak serasinya antara id, ego, dan superego, (2) Dikuasai kecemasan, (3) Tertutup (tidak terbuka terhadap pengalaman), (4) Rendah diri dan putus asa, (5) Sumber evaluasi eksternal, (6) Inkongruen, (7) Tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab, (8) Kurangnya kesadaran diri, (9) Terbelenggu ide tidak rasional, (10) Menolak diri sendiri.
                        Al-qur’an menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri adalah pribadi yang akal dan kalbunya tidak berfungsi dengan baik dalam mengendalikan nafsu, sehingga nafsu berbuat sekehendaknya, penuh emosi, tidak terkendali, dan tidak bermoral. (Yunus:100, Al-Anfal:22, Al-Haj:46, Al-A’rof:179, Maryam:59, An-Nisa’:27, dan Al-Jatsiyah:23). Disamping itu pribadi yang tidak mampu membebaskan diri dari kecemasan (al-khauf), sedang kecemasan itu sendiri terlahir dari kekufuran, kemusyrikan, atau perbuatan dosa baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. (Ali Imran:151). Pribadi yang ta’ashub yaitu tidak terbuka terhadap pengalaman terutama sesuatu yang datang dari orang yang bukan golongan atau alirannya, walaupun pengalaman baru itu merupakan kebenaran (Al-Maidah:104, Lukman:21 dan 7, Yunus:78)
                        Disamping itu, juga pribadi yang tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab, yaitu suka melempar kesalahannya kepada orang lain atau tidak mengakuinya (Al-A’raf:8, An-Nisa’:112). Dan yang lebih parah lagi adalah kepibadian munafik (inkongruen) yaitu ketidakserasian antara apa yang ada didalam hati dengan yang dilahirkan, antara perkataan dan perbuatan dan antara perbuatan di suatu tempat dengan tempat yang lain dengan maksud mencari keuntungan pribadi alam konseling disebut inkongruensi (As-Shaf:2-3, Al-Baqoroh:44, An-Nisa’:145). 
5)      Solusi
                        Dilihat dari berbagai penyebab dan permasalahannya, gangguan perkembangan anak ini dikarenakan tidak imbangnya id, ego, dan superego tertutup (tidak terbuka terhadap pengalaman), rendah diri dan putus asa, inkongruen, tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab, kurangnya kesadaran diri, terbelenggu ide tidak rasional. Dalam hal ini konselor harus membangun hubungan kerja sama dengan klien kemudian melakukan kegiatan konseling. Klien juga harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan terapi konseling. Kemudian dapat dilakukan asosiasi bebas, penafsiran, penyadaran akan tingkah lakunya, serta jalan baik apa yang harus ia tempuh untuk perubahan dirinya.
                        Pendekatan agama Islam dalam kasus ini bisa menggunakan pendekatan ihsan yang lebih dalam lagi. Bahwa tidak disangsikan bahwa anak ini mengerti hukum agama dan tahu mana yang baik dan mana yang buruk, karena ia pernah mengenyam di pendidikan Islam. Dia hanya tahu namun belum mengerti akan apa yang ia pelajari. Dia harus diberi pengarahan bagaimana hablumminannas yang baik serta penguatan untuk perubahan perilakunya. Kemudian ditekakankan agar lebih dekat dengan Allah serta dihadapkan pada hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi. Setelah diberikan pendekatan ihsaan, kemudian diberi pendekatan iman dan islam agar perubahan menjadi baik dapat istiqomah.
 III.            Kesimpulan
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald, Teori Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007

Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008


[1] Gerald Corey, Teori Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007, Hal. 195

[2] Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008, Hal.101
[3] Ibid, Hal 159

No comments:

Post a Comment

Cerita Nyata

BAPAK HOBI SELINGKUH Cerita ini merupakan pengalaman anak tetanggaku, sebut saja namanya Finsa. Saat ini usianya hampir mendekati 20 t...