GANGGUAN TUGAS
PERKEMBANGAN REMAJA
I.
Latar Belakang
Fase
remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Harold Alberty
(1957) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode dalam
perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa
kanak-kanak sampai dengan awal masa dewasa. Conger berpendapat bahwa masa
remaja merupakan masa yang amat kritis yang mungkin dapat erupakan the best
of time and the worst of time.
Kita
menemukan berbagai tafsiran dari para ahli tentang masa remaja :
·
Freud menafsirkan masa remaja sebagai suatu
masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitif. Charlotte
Buhler menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi.Spranger
memberikan tafsiran masa remaja sebagai masa pertumbuhan dengan perubahan
struktur kejiwaan yang fundamental.
·
Hofmann menafsirkan masa remaja sebagai suatu
masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
·
G. Stanley Hall menafsirkan masa remaja sebagai
masa storm
and drang (badai dan topan).
Para
ahli umumnya sepakat bahwa rentangan masa remaja berlangsung dari usia 11-13
tahun sampai dengan 18-20 th (Abin Syamsuddin, 2003). Pada rentangan periode
ini terdapat beberapa indikator perbedaan yang signifikan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, para ahli mengklasikasikan masa
remaja ini ke dalam dua bagian yaitu: (1) remaja awal (11-13 th s.d. 14-15 th);
dan (2) remaja akhir (14-16 th s.d.18-20 th).
Masa
remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun
psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi
si remaja. Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan
diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan
remaja dan kriminal.
II.
Pembahasan
Kasus I
1.
Identitas Objek Yang Diteliti
Objek yang diteliti adalah seorang remaja laki-laki berusia +
16 tahun. Anak kedua dari tiga bersaudara. Anak ini bernama Aldian. Ayahnya
adalah seorang dokter dan ibunya bekerja membuka salon. Dia bersekolah di SLTP
Negri 19 dan kini bersekolah di STM Pallapa Semarang.
2.
Kasus Yang Dihadapi
Anak yang menginjak masa remaja ini mengalami tekanan batin yang
kemudian dilampiaskan dengan hal yang tidak sesuai dengan lingkungan
(maladaptif). Pelampiasan yang pertama dan yang paling sering dilakukan adalah
balap motor atau yang sekarang sering bisebut dengan nama “trek-trekan”.
Pelampiasan seperti ini sangat berresiko tinggi terhadap keselamatan jiwanya.
Meski sudah diperingatkan oleh kedua orangtuanya, anak itu tidak pernah
menggubrisnya. Ia malah semakin nekat melampiaskan tekanan batinnya dengan
trek-trekan tersebut. Hingga akhirnya orang tuanya mengambil tindakan untuk
tidak memberikan sepeda motor terhadap anak tersebut.
Setelah anak itu merasa sudah tidak bisa melampiaskan dengan trek
motor tersebut. Tanpa pikir panjang anak itu melampiaskan dengan kabur dari
rumah selama 3 hari. Setelah 3 hari, anak laki-laki itu pulang ke rumah dan ia
tidak seambisius biasanya. Namun, anak itu seperti kurang paham jika diajak
bicara. Sejak kejadian itu, anak itu terlihat selalu lesu, semakin malas
belajar, dan menghabiskan waktunya dengan tidur. Semakin hari tubuhnya semakin
kurus. Namun, hal ini belum tidak menjadi perhatian bagi orang tuanya. Orang
tuanya melihat perubahan itu hanya sebagai dasar anaknya yang bandel. Hingga
suatu hari, saat ibunya ingin buang air besar, ia menjumpai pintu kamar mandi yang tertutup lama tanpa
terkunci. Setelah dibuka, ia menjumpai anak laki-lakinya sedang menghirup jenis
narkoba.
Selanjutnya anak itu benar-benar dikekang untuk tidak keluar rumah,
karena pada saat itu adalah liburan kelulusan. Namun, yang pernah dijumpai
adalah anak laki-lakinya pernah sakau meski tidak terlalu parah. Namun, mengetahui itu ibunya bukannya
langsung membawanya ke rehabilitasi namun malah dipukuli. Hingga sekarang anak
yang kini berada dala jenjang SMA itu terlihat sangat kurus sekali.
3.
Penyebab
Penyebab dari kasus pertama diantaranya adalah karena orang tua
sering bertengkar dan tidak ada komunikasi hingga sekarang, meski keduanya
berada dalam satu rumah. Percekcokan kedua orang tua ini sering terdengar oleh
tetangga-tetangga sekitar rumah mereka. Bahkan tak jarang mereka melakukan
percekcokan di jalan meski percekcokan itu tidak seheboh yang didengar di dalam
rumah mereka. Hal ini yang membuat anak-anak mereka tidak betah tinggal di
rumah, stress akan apa yang terjadi antara kedua orangtuanya, dan akhirnya
memilih jalan yang tidak sesuai dengan lingkungannya.
Telah diketahui tetangga-tetangga bahwasanya sebab dari percekcokan
itu adalah karena sang suami mempunyai WIL (Wanita Idaman Lain). Sudah bukan
menjadi gossip masyarakat, namun sudah menjadi fakta yang sebenarnya karena hal
itu sudah tidak ditutup-tutupi lagi oleh suami. Warga pun sudah pernah
bermaksud untuk menggerebek, namun maksud itu belum tersampaikan. Perselingkuhan
suami yang menimbulkan percekcokan dengan istrinya hingga membuat anaknya
stress ini bukan hal yang wajar. Suami yang bekerja menjadi dokter dan mempunyai
istri yang sangat cantik ini adalah sebuah karunia yang patut disyukuri bukan
malah mencari WIL yang tidak lebih cantik dari istrinya.
4.
Pendekatan Konseling Yang Digunakan
Kasus
ini bisa menggunakan 2 pendekatan konseling. Yang pertama adalah konseling behavioristik
dan yang kedua adalah konseling islami.
o
Konseling
Behavioristik
Behaviorisme
adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil dasarnya
adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan
dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur
pada data yang dapat diamati.[1]
Terapi behavioral berbeda dengan
sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan: (a) pemusatan
perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan
penguraian-penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang
spesifik dan sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atas hasil terapi.[2]
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang
mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan
disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang
diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi
sebagai orang tua atau interaksi sosial.
o
Konseling Islami
Akhlak tercela
dianggap sebagai gangguan kepribadian atau psikopatologi, sebab hal itu
mengakibatkan dosa (al-itsm), baik dosa vertikal maupun dosa horizontal atau
sosial. Dosa adalah kondisi emosi seseorang yang dirasa tidak tenang setelah ia
melakukan suatu perbuatan (baik perbuatan lahiriah maupun batiniyah) dan tidak
enak jika perbuatannya diketahui orang lain.
Menurut Mujib,
gangguan kepribadian meliputi tiga domain, yaitu domain keihsanan (akhlak),
domain keimanan (akidah), dan keislaman (ibadah dan muamalah). Gangguan
kepribadian yang kemudian berbentuk kepribadian buruk, merupakan psikopatologi
dalam peristilahan psikologi dalam perspektif Islam, karena memiliki dua ciri,
sebagai berikut:
a)
Perilaku dapat mengganggu realisasi dan
aktualisasi diri individu, disebabkan adanya simptom-simptom patologis seperti
kecemasan, kegelisahan, keresahan, kebimbangan kekhawatiran, kekuatan,
keraguan, konfilk, keterasingan, kemurungan, dan kemalasan.
b)
Perilaku itu mengandung dosa yang dilarang oleh
Allah SWT. Semua kepribadian buruk dilarang olehNya dan siapa yang melanggar
nya maka ia akan mendapat siksaNya.[3]
5.
Solusi
Pertengkaran
yang terjadi pada orang tua mengakibatkan dampak yang besar bagi anak. Dengan
kejadian atau kasus ini solusi yang diberikan bisa menggunakan pendekatan
solusi sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Yang pertama adalah memberi
perhatian yang lebih kepda anak itu. Ini dikarenakan anak itu kurang perhatian
dan akan mudah diberi pengarahan. Jika dia mudah diberi pengarahan, maka ia pun
mudah untuk berubah dengan baik sesuai dengan lingkungan dan keadaan yang baik.
Dan jika kita memberikan pandangan yang baik pada anak itu, maka dengan mudah
dan tidak terpaksa anak itu akan mengikutinya.
Setelah
itu diberikan juga penguatan akan iman, islam dan ihsannya agar tetap istiqomah
dan berpegang teguh pada agamanya. Kemudian dikokohkan keyakinannya agar tetap
bersandar dan pasrah pada dzat yang telah menciptakan. Dan bahwasanya semua permasalahan
mempunyai jalan penyelesaian yang baik dan setiap perbuatan baik maupun buruk
pasti ada balasan yang sesuai dengan yang dilakukan. Kemudian konselor juga
harus memastikan anak itu tidak kembali pada perbuatan buruknya.
Kasus II
1)
Identitas Objek Yang Diteliti
Objek kedua yang diteliti adalah anak remaja perempuan berumur +
17 tahun. Anak pertama dari dua bersaudara. Namanya adalah Prisma. Ayahnya
bekerja sebagai guru dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Dia adalah lulusan MTs
Tempuran Boja dan sekarang bersekolah di SMAN I Boja.
2)
Kasus Yang Dihadapi
Anak ini mengalami kesalahan pergaulan akibat jalan yang diplihnya.
Ia merasa sangat senang mempunyai banyak teman yang kebanyakan adalah
laki-laki. Ia merasa terlindungi dan sangat diperhatikan oleh teman-temannya
ini. Perasaan ini menjadi sebuah kebanggaan dalam dirinya sebagaimana ia dapat
menaklukkan banyak lelaki. Dari beberapa lelaki yang menjadi temannya, salah
satu dari mereka menjadi pacarnya. Setiap orang tuanya tidak berada dirumah ia
selalu mengajak pacarnya ke rumahnya. Hingga suatu saat ayahnya pergi, ia
mengajak mengajak pacarnya ke rumahnya. Saat itu ibunya berada di dapur, ia
mengajak pacarnya masuk dalam kamar. Tak berapa lama, adik perempuan ayahnya
(tantenya) datang. Karena lama mengucapkan salam namun tidak ada yang menjawab,
akhirnya tantenya langsung masuk. Dan tantenya tergerak masuk ke kamar anak itu
dan mendapati mereka yang berbuat zina.
Hal diatas kemudian dilaporkan tantenya pada ibunya di dapur.
Namun, ibunya tetap membela anaknya. Kemudian tantenya melaporkan pada kakak
kandungnya sebagai ayah anak itu. Namun, pernyataan itu langsung ditentang oleh
ibu kandung dan anak itu. Setelah kejadian itu, anak perempuan itu memiliki
rasa dendam pada tantenya dan selalu ingin menjatuhkan tantenya didepan
ayahnya. Dan keinginannya terwujud, tantenya berbuat kesalahan kecil yang
kemudian membuat kakaknya membantainya dan mengusirnya dari rumah orang tuanya.
3)
Penyebab
Anak yang berada dalam masa remaja ini pada awalnya adalah anak
yang pesimistis dan tidak mudah bergaul dengan teman sebayanya. Hingga ia pun
tidak diakui dalam kelompok sepermainannya. Keadaan ini membuat dirinya semakin
minder dan merasa sangat ingin diakui oleh teman-temannya. Karena keinginannya
itu akhirnya ia mencari cara bagaimana caranya agar teman sebayanya juga
menganggapnya ada dalam group mereka. Namun, jalan yang dipilihnya adalah
mengubah penampilan yang tadinya tertutup menjadi lebih terbuka. Kemudian, ia
pun meminta sesuatu yang dianggapnya keren agar teman-temannya mau melihatnya
sebagai anggota kelompoknya. Permintaan anaknya tak dapat ditolak bapaknya,
karena ibunya selalu membela.
Penyebab selanjutnya adalah kurangnya pendidikan terhadap anak akan
bagaimana cara bergaul dengan sesama dan lawan jenis. Kurangnya ketegasan orang
tua juga mempengaruhi anak berpendapat bahwa sikapnya lah yang paling baik.
4)
Pendekatan Konseling Yang Digunakan
Dalam
kasus ini bisa menggunakan berbagai pendekatan, diantaranya pendekatan
psikoanalisis, eksistensial, terapi terpusat pada pribadi, terapi rasional
emotif serta konseling islami. Menurut berbagai pendekatan tersebut dikemukakan
bahwasanya pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri
sendiri memiliki ciri kepribadian pokok, diantaranya: (1) Ego tidak berfungsi
penuh serta tidak serasinya antara id, ego, dan superego, (2) Dikuasai
kecemasan, (3) Tertutup (tidak terbuka terhadap pengalaman), (4) Rendah diri
dan putus asa, (5) Sumber evaluasi eksternal, (6) Inkongruen, (7) Tidak
mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab, (8) Kurangnya kesadaran
diri, (9) Terbelenggu ide tidak rasional, (10) Menolak diri sendiri.
Al-qur’an
menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan
diri sendiri adalah pribadi yang akal dan kalbunya tidak berfungsi dengan baik
dalam mengendalikan nafsu, sehingga nafsu berbuat sekehendaknya, penuh emosi,
tidak terkendali, dan tidak bermoral. (Yunus:100, Al-Anfal:22, Al-Haj:46,
Al-A’rof:179, Maryam:59, An-Nisa’:27, dan Al-Jatsiyah:23). Disamping itu
pribadi yang tidak mampu membebaskan diri dari kecemasan (al-khauf), sedang
kecemasan itu sendiri terlahir dari kekufuran, kemusyrikan, atau perbuatan dosa
baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. (Ali Imran:151). Pribadi
yang ta’ashub yaitu tidak terbuka terhadap pengalaman terutama sesuatu yang
datang dari orang yang bukan golongan atau alirannya, walaupun pengalaman baru
itu merupakan kebenaran (Al-Maidah:104, Lukman:21 dan 7, Yunus:78)
Disamping
itu, juga pribadi yang tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung
jawab, yaitu suka melempar kesalahannya kepada orang lain atau tidak
mengakuinya (Al-A’raf:8, An-Nisa’:112). Dan yang lebih parah lagi adalah
kepibadian munafik (inkongruen) yaitu ketidakserasian antara apa yang ada
didalam hati dengan yang dilahirkan, antara perkataan dan perbuatan dan antara
perbuatan di suatu tempat dengan tempat yang lain dengan maksud mencari
keuntungan pribadi alam konseling disebut inkongruensi (As-Shaf:2-3,
Al-Baqoroh:44, An-Nisa’:145).
5)
Solusi
Dilihat
dari berbagai penyebab dan permasalahannya, gangguan perkembangan anak ini
dikarenakan tidak imbangnya id, ego, dan superego tertutup (tidak terbuka
terhadap pengalaman), rendah diri dan putus asa, inkongruen, tidak mengakui
pengalaman dengan tidak bertanggung jawab, kurangnya kesadaran diri, terbelenggu
ide tidak rasional. Dalam hal ini konselor harus membangun hubungan kerja sama
dengan klien kemudian melakukan kegiatan konseling. Klien juga harus
menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan terapi konseling. Kemudian dapat
dilakukan asosiasi bebas, penafsiran, penyadaran akan tingkah lakunya, serta
jalan baik apa yang harus ia tempuh untuk perubahan dirinya.
Pendekatan agama Islam
dalam kasus ini bisa menggunakan pendekatan ihsan yang lebih dalam lagi. Bahwa
tidak disangsikan bahwa anak ini mengerti hukum agama dan tahu mana yang baik
dan mana yang buruk, karena ia pernah mengenyam di pendidikan Islam. Dia hanya
tahu namun belum mengerti akan apa yang ia pelajari. Dia harus diberi
pengarahan bagaimana hablumminannas yang baik serta penguatan untuk perubahan
perilakunya. Kemudian ditekakankan agar lebih dekat dengan Allah serta
dihadapkan pada hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi. Setelah diberikan
pendekatan ihsaan, kemudian diberi pendekatan iman dan islam agar perubahan
menjadi baik dapat istiqomah.
III.
Kesimpulan
Masa
remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self
identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan
menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika
remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas
atau identity
confusion, sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian
yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja
dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering
merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang
berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat
dari ketidakstabilan emosinya.
Masa
remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial),
yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan
kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer
group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated
dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan
sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa
bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja
tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan
orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini
disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya
keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan
ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia
masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis. Sejalan dengan
pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa
remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan
lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan
perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan
adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika
tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam
dirinya maupun dengan lingkungannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Corey, Gerald, Teori
Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007
Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan
Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008
No comments:
Post a Comment