PENDEKATAN BEHAVIORISTIK
I.
PENDAHULUAN
Perilaku dapat dibedakan menjadi nyata (overt) dan tersembunyi
(covert). Perilaku nyata pada dasarnya merupakan jelmaan dari perilaku
tersembunyi. Pembagian ini penting artinya karena ada yang penelitiannya hanya
dan terhenti pada perilaku nyata yaitu behaviorisme dengan stimulus responnya,
seperti menyetel tv dengan dengan menekan knop (stimulus) dan gambar muncul di
layar (respons) tanpa ingin tahu apa yang terjadi antara keduanya atau
bagaimana terjadi.[1]
Seringkali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya sendiri
berlebih atau ia kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil
tingkah laku behavioral membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru
dan pantas, atau membantu mereka untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah
laku yang berlebih. Dengan perkataan lain membantu klien agar tingkah lakunya
menjadi adaptif dan menghilangkan yang maladaptif.
Pendekatan behavioral merupakan pilihan untuk membantu klien yang
mempunyai masalah spesifik seperti gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan
disfungsi seksual. Pendekatan ini juga berguna untuk membantu gangguan yang
diasosiasikan dengan kecemasan (anxiety), stress, asertivitas, berfungsi
sebagai orang tua atau interaksi sosial.[2]
II.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku
manusia. Dalil dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa
eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang
mengendalikan tingkah laku. Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi
metode-metode dan prosedur-prosedur pada data yang dapat diamati.[3]
Dalam pembahasannya, Burrhus Frederic Skinner (1904-1990),
menyebutkan bahwa para behvioist radikal menekankan manusia sebagai dikendalikan
oleh kondisi-kondisi lingkungan. Pendirian deterministik mereka yang kuat
berkaitan erat dengan komitmen terhadap pencarian pola-pola tingkah laku yang
dapat diamati. [4]
Teori belajar
behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal
sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. [5]
Terapi behavioral berbeda dengan
sebagian besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan: (a) pemusatan
perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (b) kecermatan dan
penguraian-penguraian tujuan treatment, (c) perumusan prosedur treatment yang
spesifik dan sesuai dengan masalah, (d) penaksiran objektif atas hasil terapi.
2.
Karakteristik Perilaku
Bermasalah
Perilaku
bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat dimaknakan sebagai perilaku atau
kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah penyesuaian terbentuk
melalui proses interaksi dengan lingkungannya. Behaviorist memandang perilaku
yang bermasalah adalah sebagai berikut:
a.
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku
atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat yaitu
tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
b.
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk
dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
c.
Manusia yang bermasalah itu mempunyai
kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku
maladaptif terjadi juga karena kesalahpahaman dalam menanggapi lingkungan
dengan tepat.
d.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan
cara belajar da juga tingkah laku tersebut juga dapat diubah dengan menggunakan
prinsip-prinsip belajar
3.
Tujuan Pendekatan
Behavioristik
Tujuan umum
terapi behaviorist ini menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik “learned”,
maka ia bisa “unlearned” (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih
efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian
pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya terdapat respons-respons yang
layak, namun belum dipelajari.
4.
Prosedur Konseling
Behavioristik
Tokoh aliran
psikologi behavior John D. Krumboltz dan Carl Thoresen menempatkan dalam empat
kategori, diantaranya:
a.
Belajar operan (operant learning), adalah
belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk
menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan.
b.
Belajar mencontoh (imitative learning), yaitu
cara dalam memberikan respons baru melalui menunjukkan atau mengerjakan
model-model perilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien.
c.
Belajar kognitif (cognitive learning), yaitu
belajar memelihara respons yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang
lebih baik melalui instruksi sederhana.
d.
Belajar emosi (emotional learning), yaitu cara
yang digunakan untuk mengganti respons-respons emosional klien yang tidak dapat
diterima menjadi respons emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks
(clasical conditioning).[6]
5.
Deskripsi Langkah-Langkah Konseling
a.
Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkap kesuksesan atau kegagalannya, kekuatan dan
kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian dan area masalahnya). Konselor
mendodrong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada
waktu itu.assesment diperlukan untuk mengidentifiasi metode atau tehnik mana yang
akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
b.
Goal
setting, yaitu langkah untuk merumuskan
tujuan konseling.
c.
Technique
implementation, yaitu
menentukan dan melaksanakan tehnik konseling yang digunakan untuk mencapai
tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
d.
Evaluation
termination, yaitu
melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan
mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan koonseling.
e.
Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki
dan meningkatkan proses konseling.
6.
Teknik-Teknik Spesifik Konseling Behavioral
Teknik-teknik utamanya yang pertama adalah desentisisasi
sistematik. Desentisisasi sistematik ini digunakan untuk menghapus tingkah laku
yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau
respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskannya itu.
Yang kedua adalah terapi implosif. Terapi implosif ini terdiri atas
pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.
Terapi ini berasumsi bahwa tingkah laku neurotik melibatkan penghindaran
terkondisi atas stimulus-stimulus penghasil kecemasan.
Yang ketiga adalah latihan asertif. Terapi latihan asertif pada
dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran
membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih
langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Latihan asertif akan membantu
bagi orang-orang yang (a) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung, (b) menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong
orang lain untuk mendahuluinya, (c) memiliki kesulitan untuk mengatakan
“tidak”, (d) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons
positif lainnya, dan (e) merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikirannya sendiri.
Yang keempat terapi aversi. Terapi ini menggunakan
prosedur-prosedur aversif untuk mengendalikan anggotanya dan untuk membentuk
tingkah laku individu agar sesui dengan yang telah digariskan.
Dan yang kelima adalah pengondisian operan. Tingkah laku operan
adalah tingkah laku yang beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan
akibat-akibat.
III.
Kesimpulan
Salah sumbangan penting dari terapi behavioristik adalah cara yang
sistematik, metode-metode dan tehnik-tehnik terapeutiknya telah menjadi subjek
bagi pengujian eksperimental. Para terapis ini melandaskan pendekatan mereka
pada 3 variabel: pengenalan yang cermat atas tingkah laku yang maladaptif,
prosedur-prosedur treatment, dan pengubahan tingkah laku.
Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
IV.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami
sampaikan. Pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan
selanjutnya.
Dan akhirnya pemakalah mohon maaf
apabila terdapat banyak kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam
pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semuga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pemkalah sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada
umunya dalam kehidupan ini. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
ü
Brennan, James F., Sejarah dan Sistem Psikologi,
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006
ü Burhanuddin, PARADIGMA PSIKOLOGI ISLAMI, Studi Tentang Elemen
Psikologi Dari Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
ü Corey, Gerald, Teori Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI,
Bandung: PT. Refika Aditama, 2007
ü
Latipun,
Psikologi Konseling, Malang: Umm Press, 2006
ü Pihasniwati, PSIKOLOGI KONSELING Upaya Pendekatan
Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008
[1] Burhanuddin, PARADIGMA
PSIKOLOGI ISLAMI, Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al-Qur’an, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004, Hal.288
[2] Pihasniwati, PSIKOLOGI
KONSELING Upaya Pendekatan Integrasi-Interkoneksi, Yogyakarta: Sukses
Offset, 2008, Hal.100
[3] Gerald Corey, Teori
Dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI, Bandung: PT. Refika Aditama, 2007, Hal.
195
[4]
Op.Cit,
Pihasniwati, Hal. 101
[5]
James F. Brennan, Sejarah dan Sistem Psikologi,
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2006, Hal 38
[6] Latipun, Psikologi
Konseling, Malang: Umm Press, 2006, Hal 71
No comments:
Post a Comment