Tuesday, February 25, 2014

MOLARITAS AGAMA DAN KRISIS MODERNITAS



MOLARITAS AGAMA DAN KRISIS MODERNITAS

RESUM

Disusu Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:PPDI
Dosen Pengampu:Dr.Ilyas Supena.M.Ag




 

















Disusun Oleh
ULFATUR ROHMAH(091111057)





FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  WALISONGO
SEMARANG
            2010


MORALITAS AGAMA DAN KRISIS MODERNISME


Nasionalisme Religius: Kesadaran Sesaat?
         
John Naisbitt berpendapat bahwa  dalam era globalisasi ini telah terjadi berbagai kecenderungan paradoksal. Salah satunya ialah,bersamaan dengan derasnya trend kearah terbentuknya kota buana(global city)akibat dari kemajuan teknologi trensformasi dan informatika,masyarakat modern semakin merindukan nilai-nilai dan gaya hidup primordial,terutama pada romantisisme etnis. Bahkan secara sarkastik trend ini oleh Naisbitt dikatakan telah begitu mengeras sehingga menjelma bagaikan virus tribalisme yang menakutkan sebagaimana juga virus AIDS yang meresahkan masyarakat modern. Menurut Juergensmeyer dalam masalah ini persoalan yang lebih serius bukanlah kebangkitan ideology tribalisme versus globalisme,melainkan bangkitnya gerakan nasionalisme religius berhadapan dengan nasionalisme sekuler.

Nasionalisme Sebabagi Pseudo-Agama

            Hans Kohn, pakar ternama dalam sejarah nasionalisme,pada abad 1955 secara optimistic menyatakan bahwa abad 20 adalah abad dimulainya masa kejayaan idiologi nasionalisme. Masa kejayaan  agama telah berlalu dan kini semua bangsa akan menjadikan ideology nasionalisme sebagai agama baru. Nasionalisme  sekuler ini  dikatakan sebagai agama baru karena menawarkan seperangkat nilai acuan hidup  dan mampu menggunakan loyalitas total dari warganya sehingga jikapun agama masih ada kama keberadaanya merupakan sub-kultur dari nasionalisme.

Nasionalisme Sekuler Digugat

            Diberbagai belahan dunia,kini tengah bangkit gerakan anti nasionalisme sekuler dengan panji  ethnoreligius. Gerakan ini tidak secara eksklusif terjadi pada negara-negara Timur Tengah yang mayoritas penduduknya beragama Islam,tetapi juga pada masyarakat non-Muslim sejak dari Sri Lanka,India,Israel,Filipina,Thailnd,dan Negara dimana tokoh dan symbol keagamaan secara mencolok muncul ke permukaan bahkan ikut ambil bagian dalam percaturan politik dalam porsi yang amat menentukan.
            Apakah sesungguhnya pemicu utama kebangkitan etno religius ini,juga bagaimanakah masa depannya,masih merupakan agenda sejarah yang perlu diikuti secara seksama. Namun satu hal yang agaknya pasti, kata Juergensmeyer,para pejuang kemerdekaan di Negara-negara yang relative baru ini merasa kecewa terhadap Barat yang masih tetap ingin menguasai mereka baik dalam segi politik,ekonomi,maupun kebudayaan.
            Kekuatan simbolik antara sentiment agama dan etnis ini sesungguhnya bukanlah hal yang baru khususnya bagi Indonesia dan dunia Islam umumnya. Salah satu hal yang baru,kata Juergensmeyer,adalah masuknya unsur Barat modern dalam dunia islam yang diterima secara apresiatif dan selektif. Gerakan etno religius secara sadar mendukung nilai-nilai modern yang datang dari Barat  seperti halnya system Negara demokrasi,keadilan sosial,prinsip efisien,birokrasi modern,teknologi canggih,dan seterusnya. Tetapi pada tataran etnis dan metafisis,gerakan ini secara tegas dan kadangkala amat emosional menolak faham sekularisme yang merupakan kepada situasi yang oleh Meyer disebut The Loss of Faith in Sekular Nationalisme.
            Penolakan terhadap nasionalisme sekuler ini bisa mengambil bentuk yang bervariasi,sejak dari yang bersifat keras dalam mengutuk Barat seperti yang terjadi da Iran dan Mesir,sampai yang moderat dan bernuansa intelektual. Barangkali Iranlah yang paling produktif dan kreatif dalam menciptakan jargon anti Barat terutama Amerika.

Bagaimana Indonesia ?

            Karena secara demografis jumlah umat Islam Indonesia paling banyak,yang berarti secara politis histories juga paling banyak mengalami penderitaan dari kekejaman penjajah,maka suatu hal yang logis bila hubungan simbolik antara spirit nasionalisme dan agama mencuat secara mencolok dalam gerakan Islam. Satu warisan histories dari gerakan ini yang sampai kini masih hidup,dan bahkan semakin berkembang,dapat ditemukan pada organisasi Muhammadiyah (1912),Nahdlatul Ulama(1926),dan Himpunan Mahasiswa Islam(1947). Artikulasi dan manifestasi konsen umat Islam terhadap bangsa Indonesia mengalami perubahan bentuk karena factor eksternal yang melingkupinya. Jika pada masa pra-kemerdekaan artikulasinya bersifat reaktif melawan pemerintah(colonial),maka pada era pasca-kemerdekaan  berubah menjadi pro-aktif untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.  

            Meskipun memiliki latar belakang histories dan karakter pendukung yang berbeda,satu hal yang pasti ialah bahwa ketiganya(Muhammadiyah,NU,HMI) sangat konsen terhadap cita-cita Indonesia sebagai sebuah Negara bangsa. Dalam kaitan ini,Pancasila dapat disebut sebagai suatu temuan yang sangat jenius dari pendiri bangsa ini yang telah diperjuangkan sebagai satu-satunya ideology Negara. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa Pancasila merupakan contah yang sangat tepat dari tesis Juergensmeyer,yaitu munculnya ideology gerakan nasionalisme religius  sebagai lawan dari nasionalisme sekuler. Dibawah payung pancasila ini semua aspirasi keagamaan yang pluralistic mendapatkan proteksi dan akomodasi.

No comments:

Post a Comment

Cerita Nyata

BAPAK HOBI SELINGKUH Cerita ini merupakan pengalaman anak tetanggaku, sebut saja namanya Finsa. Saat ini usianya hampir mendekati 20 t...