PUSAT
PERADABAN ISLAM BAGHDAD
I.
PENDAHULUAN
Kemunduran umat Islam dalam
peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 M. s/d tahun 1500 M. Kemunduran
itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang Pendidikan Islam. Di dalam
Pendidikan Islam kemunduran itu oleh sebagian diyakini karena berasal dari
berkembangnya secara meluas pola pemikiran tradisional.
Adanya pola itu menyebabkan hilangnya kebebasan berpikir, tertutupnya
pintu ijtihad, dan berakibat langsung
kepada menjadikan fatwa ulama masa lalu sebagai dogma yang harus diterima
secara mutlak. Di saat umat Islam mengalami kemunduran, di dunia Eropa malah sebaliknya
mengalami kebangkitan mengejar ketertinggalan mereka, bahkan mampu menyalib
akar kemajuan-kemajuan Islam. Ilmu Pengetahuan dan filsafat tumbuh dengan subur
di tempat-tempat orang Eropa. Akibatnya bila pola fikir tradisional yang
berkembang di dunia Islam terus tertanam dan
tumbuh subur, maka di tempat mereka di Eropa. Hal ini merupakan penyebab
beralihnya secara drastis pusat pendidikan dari dunia Islam ke Eropa.[1]
Sejak awal
berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya, Philip
K. Hitti menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya, diantara kota-kota
dunia, Baghdad merupakan profesor masyarakat islam.[2]
Al-Manshur memerintahkan penerjemah buku-buku ilmiah dan kesusastran dari
bahasa asing: India, Yunani lama, Bizantium, Persia, dan Syria.Para peminat
ilmu dan dan kesusastraan segera berbondong-bondong datang ke kota itu.
Masa keemasan kota
Baghdad terjadi pada terjadi pada zaman pemerintahan Kholifah Harun Ar-Rasyid
(786-809 M) Dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M). Dari kota inilah memancarkan
sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Prestise politik,
supremasi ekonomi, dan aktivitas intelektual merupakan tiga keistimewaan kota
ini.
II.
PERMASALAHAN
a.
Sejarah Kota Baghdad
b.
Baghdad Sebagai Pusat Peradaban, Ilmu Pengetahuan
Dan Aktivitas Perekonomian
c.
Kejatuhan Kota Baghdad
d.
Kemunduran Pendidikan
Islam Pasca Kejatuhan Baghdad
e.
Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran
III.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kota Baghdad
Kota Baghdad
didirikan oleh Khalifah Abbasiyah kedua, Al-Mansyur (754-755 M) pada tahun 762 M. Terletak dipinggir sungai Tigris. Beliau
menugaskan beberapa orang ahli untuk meneliti dan mempelajari lokasi Baghdad, ada beberapa yang diperintahkan mereka
tinggal didaerah tersebut untuk mengatahui keadaan udara, tanah, dan
lingkungan. Kota ini berbentuk bundar, dan
sekelilingnya di bangun tembok yang
besar dan tinggi. Di luar dinding tembok, digali parit besar yangberfungsi sebaga saluran air dan sekaligus sebagai
benteng. Di kota ini,terdapat istana di pusat kota, asrama pegawai,
rumah kepala polisi, dan rumah keluarga
khalifah. Istananya bernama Qasruzzabad yang memiliki luas 160 ribu hasta
persegi. Dibuat sangat indah dengan membujur empat jalan utama ke luar
kota. Di kiri kanan jalan, dibuat gedung bertingkat. Di luar Kota Baghdad, dibangun kota satelit, seperti Rushafah dan Karakh. Kedua kota tersebut dilengkapi dengan
kantor, toko-toko, rumah,taman, kolam, dan lainnya. Karena itu, Kota Baghdad
menjadi kota impian seluruh dunia.[3]
Semula kota ini diberi nama Madinatus
Salam (kota perdamaian), lalu dirubah menjadi Baghdad yang berarti kota anugrah
Tuhan (given by god). Dalam pembangunan kota ini, khalifah
memperkerjakan ahli-ahli bangunan yang terdiri dari arsitektur, tukang batu,
tukang kayu, ahli pahat ahli lukis dan lain-lain yang didatangkan dari Syria,
Mosul, Basrah, dan Kufah. Jumlah mereka sekitar 100,000 orang dipimpin oleh
Hajjaj bin Artha dan Amran bin Waddlah.
Kota yang
pembangunannya memakan waktu 4 tahun ini berbentuk bundar yang dikelilingi
tembok besar dan tinggi. Di luar tembok digali parit yang berfungsi sebagai
saluran air dan sekaligus sebagai benteng pertahanan. Kota ini memiliki empat
pintu gerbang,yaitu : Bab Al-Kufah terletak disebelah barat daya, Bab Al-Syam
di Barat laut, Bab Al-Basrah di Tenggara dan Bab Al-Khurasan di Timur laut. Di
antara masing-masing pintu gerbang ini dibangun 28 menara sebagai tempat
pengawal yang bertugas mengawasi kedaan di luar kota. Di atas setiap pintu
gerbang dibangun tempat peristirahatan yang dihiasi lukisan indah dan
mengagumkan.
Di tengah-tengah
kota Bagdad terletak istana Khalifah yang dibangun dengan pola arsitektur Persia. Istana ini
dikenal dengan nama” Al-Qashr Al-Dzahab” (Istana emas). Istana ini dilengkapi
dengan bangunan masjid, ruang pengawal istana, kantor polisi dan puri-puri
tempat tinggal keluarga khalifah. Di sekitar istana dibangun pusat pembelanjaan
dan jalan raya yang menghubungkannya dengan pintu-pintu gerbang kota. Di
samping itu, di pinggir kota Bagdad dibangun kota-kota satelit, seperti
Rushafah dan Karakh lengkap dengan sarana perkantoran, perumahan, pusat
pembelanjaan, taman dan kolam renang.[4]
B. Baghdad Sebagai Pusat Peradaban, Ilmu Pengetahuan Dan
Aktivitas Perekonomian
Sejak awal
berdirinya, kota Baghdad sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Khalifah Al-Manshur memerintahkan
penterjemahan buku-buku ilmiah dan karya
sastra dari berbagai negara besar pada masa itu. Para peminat
ilmu dan kesusasteraanpun diundang ke Baghdad. Itulah sebabnya kota ini dikenal
sebagai kota inetelektual dan merupakan profesor masyarakat Islam.
Sepeninggal
Al-Manshur, Kota Baghdad berkembang pesat karena peranannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam.
Banyak ilmuwan dari berbagai daerah datang ke kota ini untuk mendalami ilmu
pengetahuan. Pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid dan Khalifah
Al-Makmun, Kota Bagdad mencapai puncak kemajuan (zaman keemasan). Ketika iitu
Bagdad menjadi pusat peradaban dan kebudayaan tertinggi di dunia.
Prestise politik, supermasi ekonomi dan aktifitas intelektual merupakan
tiga keistimewaan kota ini. Ilmu pengetahuan dan kesusasteraan berkembang
sangat pesat. Banyak buku-buku ilmu pengetahuan dan kesusasteraan yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan dikembangkan oleh para sarjana muslim.
Di antaranya adalah :
1.
Dari India banyak diterjemahkan buku-buku yang berhubungan
dengan ilmu obat-obatan.
ilmu hisab (hitung), astronomi. musik dan kesusateraan.
2.
Dari Persia, banyak diterjemahkan buku-buku yang berhubungan
dengan ilmu astronomi, hukum,
sejarah, musik dan
kesusasteraan.
3.
Dari Yunani, banyak diterjemahkan buku-buku yang berhubungan
dengan filsafat, mantiq, tatanegara (politik) dan astronomi.
4.
Dari Mesir, banyak diterjemahkan buku-buku yang berhubungan
dengan ilmu kimia, dan
anatomi (biologi).
5.
Dari Kaldani, banyak diterjemahkan buku-buku yang
berhubungan dengan ilmu pertanian.
Dalam bidang ekonomi
perkembanganya berjalan seiring dengan perkembamgan politik. Pada masa Harun
Al-Rasyid dan Al-Ma’mun, perdagangan dan industri berkembang pesat. Kehidupan
ekonomi kota ini didukung oleh tiga buah pelabuhan yanng ramai dikunjungi para
Kholifah dagang internasional (Cina, India, Asia tengah, Syria, Persia, Mesir,
dan negri Afrika lainnya), dua di Bashrah Dan Sirat di Teluk Persia.[5]
Sebagai sentral
aktifitas keilmuan, Khalifah Al-Makmun mendirikan perpustakaan besar yang
diberi nama Baitul Hikmah. Di tempat ini
para ulama dan ilmuwan berdiskusi dan melakukan kajian-kajian keagamaan maupun
keilmuan. Di antara anggota majelis ilmuwan yang aktif di Baitul Hikmah adalah
:
1.
Bacht Yesyu’, seorang pakar ketabiban yang berasal dari Gergrius.
2.
Hunain bin Ishaq Al-Ibadi dan dua orang anaknya, Daud bin
Hunain dan Ishaq bin Hunain yang banyak menterjemahkan buku-buku filsafat dan
ketabiban dari Yunani.
3.
Al-Hajjaj bin Mathar yang pernah berhasil menterjemahkan
buku Al-Magest karya Ptolemius.
4.
Tsabit bin Qurrah yang banyak menterjemahkan buku-buku ilmu
pengetahuan dari Yunani, seperti matematika, astronomi, termasuk buku-buku
karya Archimides.
5.
Mankah Al-Hindi yang menterjemahkan buku-buku ilmu
pengetahuan dari bahasa Sansekerta (India), terutama yang berhubungan dengan
ilmu ketabiban.
6.
Abu Yahya Al-Bithriq yang banyak menterjemahkan buku-buku
dari Yunani, seperti Quadripalitum karya ptolemius, Elementa Al Magest karya
Euclides dan buku-buku karangan Galen, Hipocrates dan lain-lain.
Di samping itu,
banyak didirikan akademi, sekolah tinggi dan madrasah. Di antaranya adalah
perguruan Nidhamiyah yang didirikan oleh perdana menteri Nidhamul
Muluk dan perguruan Mustanshiriyah yang didirikan oleh Khalifah
Al-Mustanshir Billah. Madrasah Abu Hanifah dan Madrasah Al-Bashiriyah. Sebagian
besar Madrasah di Bagdad mengajarkan fiqih satu madzhab, kecuali Madrasah Mustanshiriyah
dan Al-Bashiriyah yang mengajarkan empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali).
Dalam bidang sastra,
kota Baghdad terkenal dengan hasil karya yang indah dan digemari orang.
Diantara karya sastra yang terkenal ialah Alf Lailah wa Lailah, atau kisah
seribu malam. Dikota Baghdad ini, lahir dan muncul para saintis, ulama,
filosof, dan sastrawan Islam yang
tarkenal, seperti al-Khawarizin (ahli astronomi dan matematika, penemu ilmu
aljabar), al-kindi (filosof Arab pertama), al-Razi (filosof ahli fisika dan
kedokteran), al-Farabi (filosof besar yang dijiluki dengan al-Mu’alim al-Tsani,
guru kedua setelah Aristoteles), tiga pendiri mazhab hukum Islam (Abu Hanifah,
Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal), Al-Ghazali (filosof, teolog, dan sufi besar
dalam Islam yang dijuluki dengan Hujjah al-Islam), Abd Al-Qadir Al-Jilani
(pendiri tarekat qadiriyyah) Ibn Muqafa’ (sastarawan besar), dan lain-lain.[6]
Selaras dengan
stabilitas politik Abbasiyah,
perekonomian berkembang dengan pesat, terutama dalam bidang perdagangan dan
industri. Perkembangan di bidang perekonomian ini didukung oleh pelabuhan
dagang di Basrah dan Sirat di Teluk Persia yang banyak dikunjungi para pedagang
dari Cina, India, Asia Tengah, Syria, Mesir dan negeri-negeri Afrika lainnya.
Kota Bagdad ketika itu menjadi pusat perdagangan internasional dan menjadi
tempat interaksi antar bangsa tanpa melihat perbedaan agama dan unsur kebangsaan.
C.
Kejatuhan Kota Baghdad
Jatuhnya kota Baghdad di tangan Hulagu Khan pada tahun 1250 M. bukan saja
pertanda yang awal dari berakhirnya
supremasi Khilafah Abbasyiyah dalam dominasi politiknya, tetapi
berdampak sangat luas bagi perjalanan sejarah umat Islam. Karena ini merupakan
titik awal kemunduran umat Islam dibidang politik dan peradaban Islam yang
selama berabad-abad lamanyamenjadi kebanggaan umat. Namun selain penyerangan
itu, ada faktor-faktor lain juga yangmenyebabkan jatuhnya Baghdad, di
antaranya:
1.
Adanya persaingan tidak
sehat antara beberapa bangsa yangterhimpun dalam Daulah Abbasyiah, terutama
Arab, Persia dan Yurki.
2.
Adanya konflik aliran pemikiran dalam Islam yang seringmenyebabkan
timbulnya konflik berdarah.
3.
Munculnya dinasti-dinasti
kecil yang memerdekakan diri darikekuasaan pusat di Baghdad.
4.
Kemerosotan ekonomi.
Umat Islam agar selalu dapat berpacu dan mengembangkan diri harus selalu
melakukan inovasi serta berkreativitas supaya dapat mencapai keutuhan
dan kesempurnaan hidup. Hal ini setidaknya telah menjadi perhatian para penguasa
atau khalifah pada masa-masa jayanya islam yang terletak pada kekuasaan Daulah Abbasiyah, segenap kemampuan dan perhatian
dicurahkan untuk membangun sebuah peradaban, dengan dijadikannya Bagdad sebagai
pusat ibu kota pemerintahan yang didalamnyaberdiri istana dan bangunan
yang megah dengan seni bangunan arab Persia pada
masa itu.[7]
D.
Kemunduran Pendidikan
Islam Pasca Kejatuhan Baghdad
Kehancuran total yang dialami oleh
Baghdad sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan islam,
menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan
dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku
ilmu pengetahuan dari kedua pusat pendidikan di timur dan barat
dunia island tersebut, menyebabkan pula kemunduran
pendidikan diseluruh dunia Islam, terutama dalam bidang intelektual dan
material, tetapi tidak demikian halnya dalam bidang kehidupan batin dan
spiritual. Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol
bukan saja mengakhiri khilafah Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban
Islam, karena Baghdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat
kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap
dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan tersebut. Bangsa
Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah
sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria
Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan,
yang mempunyai dua putera kembar, Tatar dan Mongol. Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar,
Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai anak bernama Ilkhan, yang melahirkan
keturunan pemimpinbangsa Mongol di kemudian hari.[8]
Dalam rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap
sederhana. Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil buruan. Mereka juga
hidup dari hasil perdagangan tradisional, yaitu mempertukarkan kulit binatang
dengan binatang yang lain, baik di antara sesama mereka maupun dengan bangsa
Turki dan Cina yang menjadi tetangga mereka. Sebagaimana umumnya bangsa nomad,
orang-orang Mongol mempunyai watak yang kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut dalam mencapai keinginannya. Akan
tetapi, merekasangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama
Syamaniah (Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari
yang sedang terbit. Kemajuan bangsa Mongol
secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan.
la herhasil menyatukan 13 kelompok suku yang ada waktu itu. Setelah Yasugi
meninggal, puteranya, Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai
pemimpin. Dalam waktu 30 tahun, ia berusaha memperkuat angkatan perangnya
dengan menyatukan bangsa Mongol dengan suku bangsa lain sehingga menjadi satu
pasukan yang teratur dan tangguh. Pada tahun 1206 M, ia mendapat gelar Jengis
Khan, Raja Yang Perkasa. la menetapkan suatu undang-undang yang
disebutnyaAlyasak atau Alyasah, untuk mengatur kehidupan rakyatnya. Wanita mempunyai kewajiban/yang sama dengan laki-laki
dalam kemiliteran. Pasukan perang dibagi dalam beberapa kelompok besar dan
kecil, seribu,dua ratus, dan sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin
oleh seorang komandan. Dengan demikian bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat
dibidang militer.
Semua kemegahan,
keindahan, dan kehebatan kota Baghdad yang dibangun pertama kali oleh Khlifah
Al-Manshur itu sekarang hanya tinggal kenangan. Semuanya seolah-olah hanyut
dibawa arus sungai Trigis, setelah kota ini dibumi hanguskan oleh tentara
Mongol dibawah pimpinan Huklagu Khan tahun 1258 M. Semua bangunan kota, termaksud
istana emas tersebut dihancurkan. Pasukan Mongol itu juga meruntuhkan
perpustakaan yang merupakan gudang ilmu dan membakar buku-buku yang terdapat di
dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan Timur Lenk,dan
tahun 1580 M oleh tentara kerajaan Safawi. Kota Baghdad, ibu kota Irak
sekarang, memang mengambil yang sama, tetapi ia sama sekali tidak mencerminkan kemajuan Baghdad lama.[9]
E.
Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran
Kehancuran total yang dialami oleh
Baghdad sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan Islam kala itu, menandai
runtuhnya sendi-sendipendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga
pendidikandan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari pusat pendidikan
Islamtersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan di seluruh dunia
Islamterutama dalam bidang intelektual dan material, tetapi dalam kehidupan
batin dan spiritual.[10]
Adapun untuk lebih jelasnya, kami akan memaparkan kondisi pendidikan
Islam pada masa ini: Kurangnya perhatian para pemimpin (Khalifah) terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan ulama. Sehingga
perkembangan intelektual agak tersendat-sendat. Para pemimpin terlalu
sibuk memikirkan pemerintahan.
Terbakarnya perpustakaan serta lembaga pendidikan yang ada, menyebabkan
banyaknya khazanah intelektual Islam yang hilang dan hangus terbakar. Suasana gelap dan mencekam yang dialami oleh dunia Islam
benar-benar memprihatinkan.
Dan pada saat yang bersamaan, bangsa Eropa justru sedang mencapai kejayaan sebagai pengaruh dari berkembangnya paham
Renaissance, dan sibuk melakukan misi penjajahan ke negara-negara Islam. Oleh karena itu, banyak umat Islam
yang frustasi dan akhirnya berusaha menjauhi kehidupan duniawi,
termasuk meninggalkan kehidupan intelektual. Mereka lebih memilih menutup
diri dan menjalani kehidupan sebagai seorang sufi. Akhirnya perkembangan ilmu
pendidikan menjadi berhenti. Kehidupan sufi berkembang pesat. Madrasah madrasah yang ada berkembang menjadi Zawiyat-zawiyat untuk mengadakan riyadhah dibawah
bimbingan dan otoritas seorang Syaikh yang
akhirnya berkembang menjadi lembaga tarekat. Dan di madrasah-madrasah yang masih tersisa itu, hampir seluruh kurikulum diisi
dengan karya-karya sufistik.[11]
Berkembangnya praktek bid’ah dan
khurafat. Hal itu ditandai dengan banyaknya umat Islam yang
mengkultuskan posisi seorang Syaikh dalam suatu tarekat. Sampai-sampai ada yang
berdoa minta di kuburan seorang syaikh.
Dalam bidang fikih, yang terjadi adalah berkembangnya taklid buta
dikalangan umat. Dengan sikap hidup yang statis itu, tidak ada
penemuan-penemuan baru dalam bidang fikih. Apa yang sudah ada dalam kitab-kitab
lama dianggap sebagai sesuatu yang baku, mantap, benar, dan harus diikuti serta
dilaksanakan sebagaimana adanya. Sehingga memunculkan pendapat bahwa “pintu
ijtihad sudah tertutup”.[12]
IV.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa penyebab utama dari mundurnya dunia pendidikan Islam ditandai
dengan runtuhnya Baghdad selaku ibukota Daulah Abbasyiah ke tangan
bangsa Mongol. Hal itu pun menyebabkan seluruh dunia Islam juga mengalami
kemunduran. Karena Baghdad pada saat itu berfungsi sebagai kiblat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Kemudian disebabkan oleh kondisi itu, banyak
umat Islam yang frustasi akibatnya mereka memilih menjalani kehidupan sebagai
seorang sufi, dan berusaha meninggalkan kehidupan intelektual. Mereka yang
semula bersifat kritis dan dinamis, kontras berubah menjadi statis.
Dan dari sikap itu,berkembang menjadi
taklid buta kepada ulama, karena bagi mereka pintu ijtihad telah
tertutup. Namun di belahan bumi yang lain ternyata bangsa Eropa justru sedang mengalami kemajuan yang pesat diakibatkan oleh
berkembangnya paham Renaissance (membangun
kembali). Mereka telah berhasil keluar dari dominasi doktrin gereja yang
terjadi pada masa Scholastik (Abad Pertengahan).Oleh karena itu, jika umat
Islam ingin maju maka umat Islam haruskembali kepada ajaran al-Quran dan
Sunnah.Umat Islam juga harus bersikapkritis dan merdeka. Dan dari kejadian inilah muncullah ungkapan. Umat
Islam maju karenadekat dengan agamanya, sedangkan umat Kristen maju
karena jauh dari agamanya.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya sampaikan. Pemakalah
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Dan akhirnya pemakalah mohon maaf apabila terdapat banyak
kesalahan, baik dalam sistematika penulisan, isi dalam pembahasan maupun dalam
hal penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemkalah
sendiri khususnya dan bagi pembaca yang budiman pada umumnya dalam kehidupan
ini. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
- http://yusufrahman.blogdetik.com/2009/02/08/menelusuri-jejak-kota-baghdad/
2.
K. Hitti, Philip, Capital
Cities Of Arab Islam, (Minneapollis: University Of Minnesota Press, 1973)
- Nata, Abudin. Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik & Pertengahan. ( Jakarta: Rajawali Press.2004)
- Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejek Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia.(Jakarta : Kencana. 2007),
5.
Syalabi, Prof, Dr, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Alhusna
Zikra,
- Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Rajawali Pers. 2006)
- Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997)
[1]Samsul
Nizar. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejek Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia.(Jakarta : Kencana. 2007), Hlm 77
[2]
Philip K. Hitti, Capital Cities Of Arab Islam, (Minneapollis: University
Of Minnesota Press, 1973) Hlm 85
[3] Badri
Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Rajawali Pers. 2006) Hlm 277
[4]
Syalabi, Prof, Dr, Sejarah dan Kebudayaan
Islam 3, Alhusna Zikra, Hal 186
[5]
Op. Cit. Badri Yatim. Hlm 280
[6]
Op. Cit. Badri Yatim. Hlm 279
[7] http://yusufrahman.blogdetik.com/2009/02/08/menelusuri-jejak-kota-baghdad/
[8]Abudin Nata. Sejarah Pendidikan Islam-Periode Klasik &
Pertengahan. ( Jakarta : RajawaliPress.2004) Hlm 56
[9]
Op. Cit. Badri Yatim. Hlm 281
[10] Zuhairi, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1997) Hlm 111
[11]
Op. Cit. Samsul Nizar, Hlm. 179
[12]
Log. Cit.
No comments:
Post a Comment