PELEMBAGAAN DAKWAH DALAM MASYARAKAT
- Nilai – Nilai Dasar Dakwah
a.
حبل
من الله (Hubungan Manusia dengan Allah)
Allah
adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia dalam sebaik-baik bentuk
dan memberikan kedudukan terhormat kepadanya dihadapan lain-lain ciptaan.
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya cipta, rasa, dan karsa.
Potensi inilah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai hamba dan
wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fil ardl).
Sebagai
khalifah, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga dan memakmurkan bumi bukan
malah merusaknya. Karena kedudukan ini merupakan amanah Tuhan yang hanya mampu
dilakukan oleh manusia, sedang makhluk Tuhan yang lain tidak mampu untuk
mengembannya. Dan tingkat kemampuan manusia mengemban amanah inilah yang
kemudian menentukan derajatnya di mata Allah (Q.S. Al-An’am: 165).
Manusia
baru dikatakan berhasil dalam hubungannya dengan Allah apabila kedua fungsi ini
berjalan secara seimbang, lurus dan teguh. Maksudnya, bahwa keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa,
dan haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam
setiap dimensi kehidupan sehari-hari, serta dalam membangun peradaban umat
manusia yang berkeadilan. Sebab kita hidup di dunia ini bukan untuk mencari
jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi orang lain terutama
keluarga dan masyarakat sekitar kita. Hubungan ini akan mampu menghasilkan
manusia yang punya kesadaran tinggi, kreatif dan dinamis.
b. حبل من النا س (Hubungan Antar Sesama Manusia)
Pada
hakikatnya manusia itu sama dan setara di hadapan Tuhan, tidak ada perbedaan
dan keutamaan diantara satu dengan lainnya. Begitu pula tidak dibenarkan adanya
anggapan bahwa laki-laki lebih mulya dari perempuan, karena yang membedakan
hanya tingkat ketaqwaan (Q.S.al-Hujurat:13) keimanan, dan keilmuwannya
(Q.S.al-Mujadalah:11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama Umat Islam (ukhuwah islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.s. al-Hujurat: 11).
Manusia hidup di dunia ini juga tidak sendirian tetapi dalam sebuah komunitas bernama masyarakat dan negara. Dalam hidup yang demikian kesadaran keimanan memegang peranan penting untuk menentukan cara kita memandang hidup dan memberi makna padanya. Maka yang diperlukan pertama kali adalah bagaimana kita membina kerukunan dengan sesama Umat Islam (ukhuwah islamiyyah) untuk membangun persaudaraan yang kekal hingga hari akhir nanti (Q.s. al-Hujurat: 11).
c. حبل من العلم (Hubungan Manusia Dengan Alam)
Manusia
yang diberi anugerah cipta, rasa, dan karsa, yang berupa alam untuk
dimanfaatkan. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan apalagi
merusak ekosistem. Hal ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk
mengolah sumber daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu
harus didasarkan pada rasa tanggung jawab: Tanggung jawab kepada kemanusiaan,
karena rusaknya alam akan berkibat bencana dan malapetaka bagi kehidupan kita
semua, begitu pula Tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan
tanggung jawab itu. (Q.S. Hud: 61).[1].
- Pola – Pola Lembaga Dakwah
1) Pola Pembinaan Kader
Perkembangan pola pembinaan masa kini tidak bisa terlepas dari output
yang diharapkan dari kader produk pembinaan yang dilakukan. Media
pembinaan yang kita kenal. Pada bagian ini sedikit menyinggung bagaimana pola
pendekatan yang baiknya kita lakukan sebagai subjek dakwah kepada objek dakwah
dalam menyampaikan materi agar terbentuk karakter kader yang kuat. Selanjutnya
terkait proses kaderisasi ada 4 tahap, yakni :
a. Perkenalan ( ta’aruf )
b. Pembentukan ( takwin )
c. Pengorganisasian ( tandhzim )
d. Pelaksanaan ( tanfidz )
2) Pola Pembinaan Berbasis Kader
a. Binaan Sentris
Objek dakwah
bersifat pasif dan subjek dakwah bersifat aktif. Konsep tersebut adalah pola
masa lalu dimana mengajar adalah bercerita dan belajar adalah mendengarkan.
Kita perlu merevisi konsep ini, walau tidak sepenuhnya salah, tapi konsep ini
memang masih relevan untuk beberapa hal. Revisi tersebut akan kita komparatif
kan dengan konsep mengajar adalah memicu untuk berbuat dan belajar adalah
mencari dan latihan. Dengan analogi ini kita akan menemukan sebuah titik balik
dimana objek kaderisasi juga berperan sebagai subjek kaderisasi untuk dirinya
sendiri. Harapan besar dengan perubahan pola dari pemateri sentris menjadi
binaan sentris memberikan dampak positif dalam hal output kader. Kader
diharapkan dapat lebih dewasa dan punya auto tarbiyah dalam dirinya,
kesadaran dalam menuntut ilmu, dengan bertanya, latihan, membaca dan
mengamalkan materi.
b. Multimedia
Penggunaan
variasi media komunikasi dalam menyampaikan materi dalam era informasi dan
komputer sudah seharusnya menjadi bagian dari lifestyle yang
dikembangkan dan diterapkan. Begitu pula dalam dunia dakwah yang seharusnya
mampu mengembangkan media dakwah yang berdampak besar ( high influence
media ) untuk kemajuan dan keberterimaan dakwah. Dalam hal pembinaan,
pengembangan multimedia bisa dalam hal pembuatan powepoint slide materi
yang akan disampaikan, sehingga mudah dipahami dengan tampilan visual yang
menarik. Pemanfaatan media visual lain seperti film atau video klip yang bisa
disebarluaskan dengan mudah.
c. Kerja Kelompok
Kader yang
berkarakter tentu juga harus memiliki jiwa coorperative yang baik, ia
harus bisa menjadi pemimpin dan staff yang baik, seorang manusia juga
diharapkan dapat memiliki kemampuan kerjasama yang baik, karena seorang akan
lebih dapat unggul jika mampu mempengaruhi lingkungan sekitar dengan
intelektual yang dimilikinya. Kemampuan kerjasama ini bisa dibangun dalam pola
pembinaan kader di kampus. Pembangunan kebiasaan kerjasama ini bisa dimulai
dengan banyaknya focus groups discussion yang terarah
d. Pendekatan Dialogis
Adanya
pendekatan dialogis ini membangun keterbukaan antara binaan dan pembina,
keterbukaan adalah sebuah poin penting dalam mempengaruhi orang lain. Selain
itu pendekatan dialogis juga akan membangun kemampuan komunikasi dan
mengungkapkan sesuatu. Indonesia sudah banyak mencetak orang jenius, akan
tetapi kita memiliki kelemahan dalam berkomunikasi suatu pemikiran. Kelemahan
ini seringkali justru membuat orang Indonesia menjadi pekerja intelektual bagi
negara asing.
e. Permasalahan Nyata
Dengan
berbasis masalah nyata, materi yang diberikan akan lebih aplikatif dan binaan
akan lebih dapat bisa membayangkan permasalahan yang ada dan bagaimana ia akan
menyelesaikannya dengan materi yang diberikan. Pola pembinaan berbasis masalah
nyata ini juga akan membuat seorang binaan akan dapat dengan mudah membayangkan
dan mengilustrasikan bagaimana sebuah materi itu diperuntukkan. Sehingga, ia
akan memahami materi dengan baik. Bagian output terpenting dalam pola
ini adalah bagaimana seorang kader dakwah dapat merumuskan sebuah permasalahan.
Bukan sekedar secara instan menyelesaikan sebuah masalah.
f. Pembelajar Aktif.
Disini bisa
kita lihat bahwa pola pembinaan dimana subjek kaderisasi hanya sebagai penyedia
akses dan fasilitas serta guidance , dan objek kaderisasi berperan
secara mandiri untuk terus belajar ( auto tarbiyah ). Jika kita bisa
membangun habit ini kepada semua kader maka akan terbentuk sebuah
komunitas pembelajar ( learning community )yang nantinya akan menjadi
roda penggerak dari dinamo dakwah di masyarakat, serta meningkatkan
produktifitas organisasi kita kedepannya.
g. Perumusan Masalah
Kemampuan
analisis masalah inilah yang dibutuhkan untuk ditekankan pada pola pembinaan
kader di masa yang akan datang.Kemampuan atau daya analisis ini bisa di asah
dengan studi kasus, dan pengalaman yang panjang, memang akan butuh waktu, peran
subjek kaderisasi adalah memberikan kesempatan kepada objek kaderisasi untuk
bersentuhan dengan masalah, dan melatih kemampuannya dalam menganalisa sebuah
masalah.
h. Pemikiran Kritis
Sering melihat
kita lihat di beberapa komunitas, dimana ada sekelompok orang atau individu
yang mempunyai kemampuan analisan dan daya kritis yang lebih, dianggap sebagai
sekelompok yang tidak taat dan tidak bisa “dikondisikan” untuk bergerak
bersama. Orang-orang ini menjadi merasa tidak nyaman dan merasa tersingkir atau
mungkin memang disingkirkan karena perbedaan pemikiran, yang sebetulnya bukan
hal yang salah dalam sebuah pola kaderisasi yang sehat. Membangun jiwa kritis
selain baik dalam hal pemikiran, ia juga akan bermanfaat untuk menumbuhkan jiwa
empati bagi kondisi lingkungan yang ada. Jiwa kritis ini pula yang membuat
manusia dinamis yang akan membimbing ia menjadi manusia pembelajar.
i.
Menuju Insan Pembelajar
Pada akhirnya
memang pola pembinaan ini akan membentuk sebuah konsep insan pembelajar dimana
ia tidak pernah puas terhadap ilmu yang dimilikinya, dan berpikir kritis
terhadap lingkungan sekitar, sehingga ia terus berpikir untuk menyelesaikan
sebuah problematika yang ada, dan menjadikan keseimbangan kehidupan dan religi
sebagai landasan dalam mengambil kebijakan. Karakter manusia seperti ini akan
bermanfaat tidak hanya untuk dirinya, karena human capital ini adalah
modal tidak ternilai dalam perkembangan sebuah organisasi. [2]
3.
Peran Lembaga Dakwah Dalam
Masyarakat
Contoh
lembaga dakwah dalam masyarakat diantaranya yaitu: Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’(NU),
Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII), Majelis Dakwah Islam(MDI). Peran-peran
lembaga dakwah tersebut adalah:
i.
Muhammadiyah
-
giat dan mendalami ilmu
agama untuk mendapatkan
kebenaran dan kemurnian Islam,
-
memeperteguh Iman, ibadah dan akhlak,
-
memajukan dan memperbarui
pendidikan.
ii.
Nahdlatul Ulama’
-
Bidang Agama : mengusahakan
terlaksananya ajaran Islam dalam msyarakat dengan melaksanakan dawah islamiyah
dan amr ma’ruf nahi munkar.
-
Bidang pendidikan
pengajaran dan kebudayaan : mewujudkan penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam.
-
Bidang sosial :
mengusahakan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan bantuan terhadap anak yatim,
fakir miskin serta anggota masyarakat yang menderita lainnya.
-
Bidang ekonomi : mengusahakan
terwujudnya pembangunan ekonomi dengn mengupayakan pemerataan kesempatan untuk
berusaha menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mengutamakan tumbuh dan
berkembangnya ekonomi kerakyatan.
iii.
LDII
-
Bidang Pendidikan : mengadakan pengajian rutin bulanan, pembinaan dan
penataran da’i, pembinaan keagamaan terhadap masyarakat, dll
-
Bidang Sosial : pembagian daging kurban, membantu bencana gempa dan
memberikan bantuan kepada manusia lanjut usia
iv.
MDI
-
Bidang ekonomi : memberikan
bantuan kepada para da’i, mendirikan BMT, mendirikan koperasi pondok pesantren.
-
Bidang agama : mendirikan
pondok pesantren, mengadakan pelatihan instruktur, diskusi agama, dsb.
-
Bidang sosial : memberikan
santunan anak yatim dalam panti asuhan, membuka warung sebagai usaha BMT,
kegiatan bakti sosial.
No comments:
Post a Comment