PERAN PONDOK PESANTREN DARUL AMANAH SUKOREJO
KENDAL DALAM DAKWAH DEMONSTRATIF KARYA TULIS SANTRI
I.
PENDAHULUAN
Dakwah
sebagai sebuah realitas, eksistensinya tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun.
Aktivitas dakwah pada hakikatnya sebagai proses penyelamatan umat manusia dari
berbagai persoalan yang merugikan, karenanya kegiatan dakwah merupakan kerja
dan karya besar manusia, baik secara individual maupun kelompok yang
dipersembahkan untuk Tuhan dan sesamanya dalam rangka menegakkan keadilan,
meningkatkan kesejahteraan, menyuburkan persaudaraan dan kebersamaan, serta
mencapai kebahagiaan baik di dunia kini maupun di akhirat kelak.
Bersumber
pada al-Qur’an sebagai kitab dakwah, Sunnah Nabi sebagai penjelas kitab dakwah,
dan produk ijtihad para waratsah al-anbiya, dipahami bahwa dakwah
merupakan kewajiban setiap muslim sebagai upaya transmisi, transformasi,
difusi dan internalisasi ajaran Islam kepada umat manusia. Proses
kerja dan karya besar manusia (dakwah) ini dalam implementasinya melibatkan
unsur subyek (da’i), pesan (maudhu), metode (ushlub),
media (washilah), dan obyek (mad’u) dan dana bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan individu dan kelompok yang adil, sejahtera, persaduaraan,
kebersamaan, selamat dan bahagia dan memperoleh ridha Allah.[1]
Berdasarkan sumber dakwah agama Islam, diantara bentuk
dakwah dari sisi cara penyampaian terbagi menjadi dua bentuk yaitu bi ahsani
qawl (dakwah menggunakan media lisan) dan bi ahsani ‘amal (dakwah
melalui peerbuatan) dalam menyampaikan ajaran agama islam bagi umat manusia.[2]
Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang menyerah diri?" (Q. S. Fushshilat:33)
Metode
dakwah bi ahsani qawl sendiri terbagi dalam bentuk kegiatan dakwahnya
melalui tabligh dan irsyad. Tabligh memiliki beberapa metode
utama yaitu: pertama, khithabah yaitu penyampaian dan penyebarluasan
ajaran melalui bahasa lisan; kedua, khitabah yaitu penyampaian
dan penyebarluasan ajaran melalui bahasa tulisan; dan ketiga i’lâm,
yaitu proses penyiaran dan penyebarluasan ajaran Islam, baik secara lisan
maupun tulisan dengan cara menggunakan media bail cetak maupun elektronik.
II.
PEMBAHASAN
A.
Mengenal Pondok
Pesantren
Untuk memberi definisi sebuah pondok
pesantren, harus kita melihat makna perkataannya. Kata pondok berarti tempat
yang dipakai untuk makan dan istirahat. Istilah pondok dalam konteks dunia
pesantren berasal dari pengertian asrama-asrama bagi para santri. Perkataan
pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an
berarti tempat tinggal para santri.[3]
Maka pondok pesantren adalah asrama tempat tinggal para santri. Menurut Wahid,
“pondok pesantren mirip dengan akademi militer atau biara (monestory, convent)
dalam arti bahwa mereka yang berada di sana mengalami suatu kondisi totalitas.”[4]
Sekarang di Indonesia ada ribuan lembaga
pendidikan Islam terletak diseluruh nusantara dan dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau
di Sumatra Barat, dan pondok pesantren
di Jawa.[5]
Pondok pesantren di Jawa itu membentuk banyak macam-macam jenis. Perbedaan
jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat dari segi ilmu yang
diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau perkembangan ilmu teknologi.
Namun demikian, ada unsur-unsur pokok pesantren yang harus dimiliki setiap pondok
pesantren. Unsur-unsur pokok pesantren, yaitu kyai. masjid, santri, pondok dan
kitab Islam klasik (atau kitab kuning), adalah elemen unik yang membedakan
sistem pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
a.
Kyai:
Peran penting kyai dalam pendirian,
pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan
unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan
pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan
wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat
menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.[6]
Istilah kyai bukan berasal
dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai
dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: (1) sebagai gelar kehormatan
bagi barang-barang yang dianggap keramat; contohnya, “kyai garuda kencana”
dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta; (2) gelar
kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya; (3) gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan
pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.[7]
b.
Masjid:
Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid
sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin
selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat
lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani,sosial dan politik,
dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat
penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai
“tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek
sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran
kitab-kitab Islam klasik.”[8]
Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan
sebuah pesantren adalah masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang
rumah kyai.
c.
Santri:
Santri merupakan unsur yang penting sekali
dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap
membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari
seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang
alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap
untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok,
yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri
yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah
selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya berasal
dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi
pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok
pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan
untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu
keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian
yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di
pesantren.[9]
d.
Pondok:
Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah
tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya .[10]
Di Jawa, besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang
sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang
memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa
memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan
dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah pesantren memiliki
gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan
ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian
dan/atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh
kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan
dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat pondok
selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai
tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar
mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi
tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan ciri khas
tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem
pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang
disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan.[11]
e.
Kitab-Kitab
Islam Klasik:
Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama
terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam
Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik
sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab
kebanyakan berwarna kuning.
Menurut Dhofier, “pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam
klasik…. merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam
lingkungan pesantren.”[12]
Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum
sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun
pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada
umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian
dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu
pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.[13]
Ada delapan macam bidang
pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk: 1.nahwu
dan saraf (morfologi); 2.fiqh; 3.usul fiqh; 4.hadis; 5.tafsir; 6.tauhid;
7.tasawwuf dan etika; dan 8. cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut
tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang
diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama.[14]
B.
Profil Singkat Pondok
Pesantren Darul Amanah Sukorejo Kendal
Pondok Pesantren Darul Amanah adalah Filial Pesantren
Darunnajah Jakarta, dan merupakan Pesantren Alumni Pondok Modern Gontor.
Kurikulum Pendidikan yang diselenggarakan merupakan perpaduan antara Kurikulum
Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan Nasional, Kurikulum Pm Gontor, dan
Kurikulum Pesantren Salafi. Pondok Pesantren Darul Amanah Kabunan
Ngadiwarno Sukorejo Kendal yang terlatak di atas tanah wakaf seluas 5 hektar di
tepi Jalan raya jalur Provinsi Sukorejo-Pekalongan adalah Filial Pesantren
Darunnajah Jakarta juga Pesantren Alumni Pondok Modern Gontor Jawa Timur
satu-satunya di Kabupaten Kendal Jawa Tengah.
Pesantren yang berdiri pada tanggal
23 Mei 1990 ini dipimpin oleh seorang Kyai alumni PM. Gontor tahun 1975 dan
alumni Pondok Pesantren Kedondong Mangkang Tahun 1969 dan pernah
menjadi Kepala MTs Penawaja Pageruyung Kendal, beliau adalah KH. Mas'ud
Abdul Qodir, Lahir di Kendal, 20 Juli 1949.
Pada awal berdirinya Pesantren
Darul Amanah hanya menempati Tanah wakaf dari H. Sulaiman dan Ibu Hj. Aisyah
Ngadiwarno seluas 6.000 m2, sejalan dengan bertambahnya waktu hingga ini telah
berkembang dengan luas 4 hektar, baik wakaf dair orang-perorang, maupun
wakaf bersama. diawali dengan membuka sekolah formal berupa Madrasah Aliyah
(MA) dengan membangun gedung permanen secara mandiri sebanyak 6 lokal yang
diperuntukkan sebagai Ruang kelas, Kantor, sekaligus asrama bagi santri yang
bermukim di Pesantren.
Pada tahun pelajaran awal yaitu 1990/1992
berhasil merekrut santri sebanyak 70 santri, dan sekarang pada tahun
pelajaran 2010/2011, jumlah santri, baik MTs, MA, maupun SMK mencapai 1.416
santri, dengan menempati kampus seluas 2 hektar dari tanah keseluruhan 4
hektar.
C.
Metode Demonstrasi
Berdakwah
dengan memperlihatkan suatu contoh, baik berupa benda atau peristiwa,bisa juga perbuatan dan
sebagainya dapat dinamakan seorang da’I menggunakan cara atau metode
Demonstrasi. Artinya suatu metode dakwah , di mana seorang da’I memperlihatkan
sesuatu atau mengadakan pementasan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan dakwah
yang ia inginkan.
Metode
ini jarang pergunakan para da’I yang terdahulu, bahkan Rasullullah saw sering
kali menggunakan metode demonstrasi ini. Sebagai mana dalam riwayat di
terangkan Rasulllullah pernah di ajar oleh jibril, tentang sembahyang dengan
metode demonstrasi atau dengan menampilkan contoh kaifiyah shalat kepada
Rasullullah. Oleh karna itu Rasullullah mengambil tauladan jibril
untuk mengajarkan shalat kepada sahabat-sahabatnya.
Metode
Demonstrasi di gunakan apabila tujuan dakwah mengharapkan para objeknya dapat
mengerjakan atau mengamalkan suatu pekerjaan dengan betul. Dengan kata lain
metode demonstrasi di gunakan bila massa ingin mengetahui tentang:
a.
Bagaimana cara mengerjakannya.
b.
Bagaimana contoh yang benar dan yang
salah.
c.
Bagaimana proses atau langkah-langkah
sesuatu ibadah.
Selain
itu metode Demonstrasi di gunakan sang da’I bila dia bertujuan:
a.
Untuk menghindari verbalisme, artinya
dengan demonstrasi di harapkan masa tidak terjadi kesalah pahaman
atau menjadi bingung.
b.
Untuk memudahkan berbagai penjelasan.
c.
Untuk lebih menarik perhatian masa.[15]
Kelebihan Metode Demonstrasi
Seperti
metode-metode yang lain metode ini juga mempunyai kelemahan dan kekurangannya.
Diantara kelebihan yang di milikinya adalah
a.
Metode ini memungkinkan masa dapat
menghayati dengan penuh hati mengenai hal-hal baru yang menjadi stimulusnya.
b.
Lebih memusatkan perhatian masa kepada
persoalan yang sedang di bahas.
c.
Mempunyai kesan yang awet dibandingkan
dengan tanpa demonstrasi.
d.
Dimungkan mengurangi kesalah pahaman.
e.
Dapat mengurangi kesalahan dalam
mengambil kesimpulan dari keseluruhan persoalan yang di bahas, sebab masa
menghayati langsung terhadap persoalan yang di bahas.
Kelemahan Metode Demonstrasi
a.
Metode demostrasi memerlukan waktu
persiapan yang banyak dan memerlukan banyak pemikiran.
b.
Tidak wajar bila media tidak di amati
secara seksama.
c.
Tidak semua hal dapat di demonstrasikan
.
d.
Kurang efektif menggunakan metode
demonstrasi, bila media kurang memadai dengan kebutuhan atau tujuan.
e.
Memerlukan keahlian khusus bagi para
subjek (da’i)
D.
Dakwah Melalui
Kitabah
Sesungguhnya sejak masa kelahiran, perkembangan dan
kebangkitan Islam, dakwah melalui tulisan sudah dipandang Rasulullah SAW
sebagai salah satu bentuk langkah dakwah yang efektif. Dakwah lewat jurnalistik
sudah dimulai dan dikembangkan oleh Rasulullah SAW dengan pengiriman surat
dakwah kepada kaisar, raja-raja, ataupun pemuka masyarakat yang ada. Bila
setiap pembuat berita dapat disebut sebagai wartawan atau jurnalis, maka nama
sahabat Nabi mulai Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi
Thallib, Ibnu Umar, Aisyah ra ( Istri Nabi) dan banyak lagi tokoh muslim yang
mempunyai aktivitas serupa, tentulah layak mendapat sebutansebagai wartawan.
Dari para sahabat, catatan aktivitas kenabian Rasulullah
SAW diberikan kepada para tabiin. Para tabiin kemudian memberikan kepada perawi-perawi hadits.
dengan kerjasama tersebut akhirnya lahirlah karya-karya jurnalistik islam yang
terkenal, langgeng hingga akhir zaman. Banyak nama Jurnalistik kenamaan yang
dapat disebut, seperti Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Ahmad bin Hambal, Imam
Hanafi, Abu Dawud, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Imam Ghazali, Ibnu Rusd,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha.
Kitabah yaitu penyampaian dan penyebarluasan ajaran melalui
bahasa tulisan. Pada implementasinya proses tabligh melalui tulisan dapat
terbagi pada dua kategori, yaitu: pertama kitabah melalui media cetak,
seperti: buku, novel, surat kabar, majalah, tabloid, dan jurnal; kedua khitabah
melalui elektronik, seperti: blog, website, mailing list, sms, dan sebagainya.
Tabligh melalui kitabah, dipandang efektif pada saat ini, sebab
perkembangan teknologi informasi menjadi satu model peradaban tersendiri yang
membawa hampir seluruh umat manusia terpesona olehnya. Perkembangan teknologi
informasi menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para mubaligh yang memiliki
tugas dan misi suci untuk menyebarkanluaskan nilai-nilai yang mengajak umat
manusia ke arah persaudaraan, keadilan, kesejahteraan, keselamatan, dan
kebahagiaan di dunia kini dan di akhierat kelak
E.
Aplikasi Dakwah
Demonstrasi Karya Tulis Dalam Pondok Pesantren Darul Amanah
pondok pesantren darul amanah menggunakan dakwah
demonstrasi dalam karya tulis santrinya. metode ini dibangun dalam organisasi
santri yang bernama KISSDA (Komunitas Ilmiah dan Sastra Santri Darul Amanah).
organisasi ini berdiri pada tahun 2008 dengan dipelopori ustadz yang juga
penulis novel “Diary Hitam Putih” dan “Girl Makes Trouble” yang terbit pada tahun
itu.
III. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arifin, Isep Zaenal. Bimbingan Penyuluhan
Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam. Jakarta: Rajawali
Pers, 2009.
2.
Azra, Azyumardi, Prof.Dr., Pendidikan
Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Penerbit Kalimah,
Jakarta, 2001
3.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1985
4.
Hasbullah, Drs., Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1999,
5.
Munsy, Abdul Kadir,Metode Diskusi Dalam
Dakwah, Surabaya: AL-Ikhlas, 1981
6. Nur, Muhammad. Dasar-Dasar
Ilmu Dakwah. Bandung : Widya Padjadjaran, 2009.
7.
Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren,
LkiS, Yogyakarta, 2001
[1]Isep Zaenal Arifin. Bimbingan
Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah Bimbingan Psikoterapi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers, 2009. Hal. 260
[2]Muhammad Nur. Dasar-Dasar Ilmu
Dakwah. Bandung : Widya Padjadjaran, 2009. Hal. 53
[3] Zamakhsyari
Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang
Pandangan Hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1985, Hal 18
[5]
Prof.Dr.Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru, Penerbit Kalimah,
Jakarta, 2001, Hal 70
[6] Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,hal 144
No comments:
Post a Comment