Konselor : Rara
Klien : Siska
Siska : (tok.. tok.. tok..) “Assalamu’alaikum....”
Rara : “Wa’alaikumussalam warahmatullah, silakan
masuk mbak.” (membuka pintu, berjabat tangan, lalu dengan ramah mempersilakan
duduk)
Rara : “Wah, saya senang sekali dapat bertemu
dengan anda. Bagaimana kabar anda hari ini?” (attending, ramah, senyum, kontak
mata.)
Siska : “Alhmdulillah baik mbak.” (datar dan
terlihat murung)
Rara : “Anda terlihat murung. Apakah anda sedang
ada sesuatu yang ingin kita bicarakan sekarang?” (refleksi perasaan)
Siska : (Hanya mengangguk dan menatap ke bawah)
Rara : “Nampaknya anda mempunyai beban yang saat
berat saat ini. Benarkah begitu mbak?” (refleksi perasaan, klarifikasi,
bertanya terbuka)
Siska : :Iya mbak, benar.” (masih merunduk)
Rara : “Kalau boleh saya tahu beban berat apa
yang anda fikirkan saat ini?”
Siska : (menunduk) “Saya bingung mbak..”
Rara : (mengangguk) “Bisakah anda menjelaskan
lebih lanjut apa yang membuat anda bingung saat ini?”
Siska : “Saya merasa benci dengan orang tua saya
mbak.. tapi ..” (menatap konselor)
Rara : “Iya.. lalu..” (dorongan minimal)
Siska : “Saya ingin menetralisir kebencian saya
mbak. Tapi tidak bisa mbak..”
Rara : “Apa yang membuat anda mempunyai perasaan
benci kepada orang tua anda sehingga anda tidak bisa menetralisirnya?”
(eksplorasi perasaan)
Siska : “Saya tidak dianggap anak kandung sendiri
oleh kedua orang tua saya.”
Rara : “Oh.. begitu.. bisakah anda menceritakan
kepada saya bagaimana gambaran sikap orang tua anda yang tidak menganggap anda
sebagai anak kandung?” (mengarahkan, directing)
Siska : “Dari lahir saya tidak diterima di keluarga
saya. Terlebih ayah.”
Rara : “Darimana anda tahu bahwa anda tidak
diterima di keluarga anda padahal anda baru saja lahir?”
Siska : “Ibu saya yang cerita begitu mbak, kalau
ayah saya sebenarnya tidak menginginkan saya lahir.”
Rara : “Apakah ada alasan khusus yang diceritakan
ibu anda , mengapa ayah anda bersikap demikian?” (focussing other; ayah)
Siska : “Karena...”
Rara : “Iya...”
Siska : “Ayah saya hanya menginginkn 2 orang anak
saja. Dan itu pun sudah lengkap dengan kehadiran kakak saya yang keduanya
adalah laki-laki dan perempuan.”
Rara : “Oh.. begitu.. lalu apakah hanya itu yang
membuat anda merasa benci terhadap mereka atau ada sebab yang lainnya?”
(memimpin, leading)
Siska : “Iya mbak, masih ada..”
Rara : “Bolehkah saya mengetahui alasan
selanjutnya?”
Siska : “Dulu saya tinggal dengan orang tua saya namun
hanya dari kelas 1 hingga kelas 4 SD.”
Rara : “Memang sebelum dan setelahnya anda
tinggal dimana?”
Siska : “Saya tinggal bersama om dan tante saya,
sedangkan kedua orang tua saya dan kakak saya pergi meninggalkan saya.”
Rara : “Emm.. saya dapat merasakan bagaiman
sedihnya anda saat itu. Lalu bagaimana selanjutnya?” (empati primer)
Siska : “Selama 2 tahun, orang tua saya masih
memberi kabar kepada saya. Namun 7 tahun setelahnya mereka tidak memberi kabar.
Bahkan alamat mereka pun saya tidak tahu. Seluruh biaya sekolah saya ditanggung
om dan tante.”
Rara : “Saya bisa memahami perasaan anda. Namun,
apakah hingga saat ini mereka masih juga belum memberi kabar?”
Siska : “Mereka datang saat saya lulus SMK, mbak...”
Rara : “Lalu, bagaimana saat mereka datang?
Apakah mereka acuh tak acuh atau bahkan sebaliknya justru perhatian kepada
anda?”
Siska : “Perhatian mbak.. namun..”
Rara : “Iya...”
Siska : “Ada maksudnya..”
Rara : “Bisa anda jelaskan lebih rinci dengan perkataan
anda barusan?”
Siska : “Mereka memang baik dan perhatian mbak,
namun pada akhirnya mereka memaksa saya untuk....”
Rara : “Iya...”
Siska : “Bekerja di daerah orang tua saya, di
Bogor.”
Rara : “Owh. Jadi begitu. Iya saya dapat
merasakan pedihnya kehidupan anda. Kalau saya boleh tahu, pekerjaan apa yang
mereka tawarkan kepada anda?” (eksplorasi tentang pekerjaan)
Siska : “Mereka bilang pelayan toko, namun
kenyataannya pelayan bar. Setelah tahu saya kabur dari mereka, mbak.”
Rara : diam sejenak (tehnik diam). “Nampaknya
kekecewaan dan kesedihan anda terlalu dalam, lalu bagaimana?” (paraphrasing)
Siska : “Lalu....”
Rara : “Iya...”
Siska : “Kemarin ayah dan kakak saya datang menemui
saya dan mengabarkan bahwa ibu saya terkena stroke.”
Rara : “Lalu, bagaimana dengan perasaan anda
ketika mengetahui hal itu?”
Siska : “Kasihan, namun benci saya tidak bisa
hilang seiring dengan iba saya. Saya justru teringat masa lampau yang
menyakitkan itu. Saya ingin menghilangkan benci itu mbak. Tapi sulit.” (konfrontasi)
Rara : “Saya faham betul keadaan anda. Anda
memang dalam keadaan yang sulit. Pengalaman hidup anda menimbulkan trauma yang
mendalam bagi anda. Dari kecil hingga dewasa mereka mengabaikan anda. Namun,
bagaimana pun juga, mereka tetap orang tua dan saudara-saudara kandung anda.
Dari awal pembicaraan kita, saya dapat menilai bahwa niat / keinginan anda
bagus sekali, ingin mengurangi kebencian anda. Bila saya boleh tahu, pernahkah
anda mencoba untuk menetralisir kebencian anda dengan mengingat-ingat kebaikan
mereka?” (empati primer, menyimpulkan sementara, nasehat)
Siska : “Sudah mbak, namun malah semakin benci.”
Rara : “Saya melihat banyak sisi baik dari anda.
Usaha anda sudah bagus sekali. Namun, apakah anda berkenan jika saya memberikan
saran?”
Siska : “Saya berkenan mbak.”
Rara : “Namun sebelumnya saya ingin bertanya,
adakah orang yang anda anggap sebagai orang tua dan apakah anda menyayanginya?”
Siska : “Ada mbak, mereka adalah om dan tante saya.
Saya sangat menyayangi mereka.”
Rara : “Kalau begitu, bagaimana jika suatu saat
om dan tante anda terkena musibah? Pasti anda akan sedih sekali bukan? Dan anda
melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan mereka.”
Siska : Terdiam
Rara : “Sekarang coba anda
tengok ibu anda dan gambarkan itu adalah sosok tante anda. Berilah motivasi
pada ibu anda dan maafkan kekhilafannya. Coba anda lakukan sesuatu agar ibu
anda kemali sembuh. Saya sangat memahami perasaan anda. Dan saya yakin anda
adalah orang yang kuat, sabar dan pemaaf.” (mengarahkan, empati, memberi
kepercayaan)
Siska : “Iya mbak..”
Rara : “Sekarang adalah
waktunya anda berbakti dengan orang tua. Bagaimanapun sikap mereka, mereka
tetap orang tua dan saudara-saudara anda. Anda yakin bukan bahwa Allah akan
membalas sesuai dengan apa yang dikerjakan manusia bahkan balasannya bisa lebih
dari itu.” (nasehat)
Siska : “Iya mbak saya
mengerti. Saya akan mencoba apa yang mbak sarankan tadi.”
Rara : “ Bagaimana dengan
perasaan anda saat ini mbak?”
Siska : “Alhamdulillah, saya
tenang dan mendapatkan cara bagaimana menetralisir kebencian saya, terima kasih
ya mbak.”
Rara : “Iya sama-sama.
Semoga perbincangan kita bermanfaat bagi kita. Jika ada aktu luang silakan
kemari.”
Siska : “Iya mbak, tentu.”
No comments:
Post a Comment