LAPORAN WAWANCARA WTS DI RESOSIALISASI
ARGOREJO
- PENDAHULUAN
Pelacuran
atau prostituti merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang
harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan
perbaikan. Pelacuran yang dijadikan kuliah lapangan saat ini bertempat di
“Resosialisasi Argorejo” atau lebih dikenal lagi dengan sebutan Suman Kuning.
Ketua Resosialisasi ini adalah Bapak Suwandi, beliau telah menjabat selama 2
tahun belakangan ini. Namun beliau sudah mempunyai banyak pengalaman tentang
Resosialisasi.
Resosialisasi
adalah pembaharuan dari kata lokalisasi, yang mana lokalisasi sunan
kuning berdiri pada tanggal 15 Agustus 1966, namun Sunan Kuning sempat menutup
diri dari masyarakat pada tanggal 25 September 1998 selama + 2-3 bulan.
Sunan Kuning ini merupakan lokalisasi terbaik di Indonesia dari 49 lokalisasi
yang ada. Sunan Kuning ini terdiri dari 6 RT yang bergabung menjadi 1 RW.
Disini pun mempunyai kegiatan-kegiatan rutin mingguan dan tahunan, diantaranya
:
- Senam setiap minggunya dengan pembagian jadwal yang rapi, yaitu :
-
Hari Jum’at : RT 1, RT 2, dan RT 3
-
Hari Sabtu : RT 4, RT 5, dan RT 6
- Screening daerah kewanitaan 2 minggu sekali dengan jadwal sebagai berikut:
-
Hari Senin : RT 1 dan RT 2
-
Hari Rabu : RT 3 dan RT 4
-
Hari Kamis : RT 5 dan RT 6
- Mujahadah disetiap tahunnya pada bulan Rajab yang dihadiri + 4000 jama’ah dipimpin oleh para kyai dan bertujuan agar para WTS sehat dan pekerjaannya lancar serta tempatnya tidak pernah sepi.
Di
Resosialisasi Argoejo/ Sunan Kuning pada saat ini, Desember 2010 memiliki 700
anak asuh dan 152 mucikari. Anak asuh yang dimaksud disini adalah para WTS
tersebut. Dalam Resosialisasi Argorejo ini mempunyai beberapa peraturan,
diantaranya:
- WTS ata anak asuh hanya program untuk 3 tahun saja.
- Para tamu diwajibkan memakai kondom.
- Apabila WTS hamil, maka itu merupakan pelanggaran dan hukumannya adalah: yang pertama membuat surat pernyataan, jika hingga 3 kali maka akan dipulangkan.
- Anak asuh terlebih dahulu mendaftar pada ketua atau lembaganya dengan persyaratan diantaranya: umur minimal 18 tahun, foto copy KTP serta identitas lainnya.
- PEMBAHASAN
Laporan
Hasil Wawancara
- Identitas Diri Seorang WTS
Nama
lengkap WTS adalah Wahyuning Mardiati dan ia dipanggil mbak Dya. Ia adalah anak
tunggal di keluarganya. Ia lahir di Semarang, 12 Juni 1985 dan bertempat
tinggal di jalan Syuhada’ Pedurungan Semarang. Mbak Dya beragama Islam dan ia
pun masih menjalankan ibadahnya meski tidak rutin. Sholat yang dilakukan hanya
sholat dzuhur karena ia merasa tidak sanggup melaksanakan sholat lainnya
dikarenakan telah larut dalam pekerjaannya dan mabuk. Namun ia masih berpuasa
ketika bulan Ramadhan terkecuali jika ada halangan.
Pada
saat kecil, mbak Dya pernah belajar mengaji namun tidak sampai tamat saat ia
bersekolah di SD. Mbak Dya hanya bersekolah hingga jenjang SLTP saja dan lulus
tahun 2001. Kemudian ia bekerja di Sarang Burung namun dengan penghasilan yang
kecil. Pada tahun 2003 ia memutuskan menikah dengan seorang pria dan dikaruniai
1 orang anak yang bersekolah di jenjang TK saat ini. Ia hingga kini masih
tinggal bersama orang tuanya.
- Alasan / Sebab Musabab Menjadi WTS
Setelah
mbak Dya menikah dan mempunyai seorang anak, perekonomiannya surut. Hal ini
dikarenakan suaminya yang malas bekerja. Hingga timbul percekcokan karena
kurangnya pemasukan dalam kehidupan mereka. Hingga kini mbak Dya dengan
suaminya pisah ranjang dan sudah tidak merasa ada kecocokan antara keduanya.
Mbak Dya memutuskan untuk bercerai dengan suaminya nantinya.
Kemudian
datanglah temannya yang bekerja di pelabuhan. Ia memberi tawaran pekerjaan
kepada mbak Dya sebagai pemandu karaoke di Sunan Kuning. Mbak Dya yang sedang
kosong akan uang dan pekerjaan itu menyetujuinya. Karena ia berfikir bagaimana
lagi cara mendapatkan uang dengan cepat selain dengan bekerja seperti ini.
Lagipula ia bukanlah bekerja melayani tamu-tamu, karena ia hanya menemani saja.
Dan ternyata ibu mbak Dya pun menyetujuinya, dengan harapan ekonomi keluarganya
tercukupi.
- Lika-Liku Kehidupan WTS
Dengan
pekerjaan sebagai pemandu karaoke dan menemani tamu-tamu saja, mbak Dya tidak
mempunyai tamu tetap / langganan dan juga upah yang tetap. Setiap malam tamunya
selalu berganti orang. Mbak Dya telah bekerja selama 6 bulan lamanya. Namun, ia
belum dapat menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Uang yang ia peroleh permalam
maximal adalah Rp150.000. dan itu harus disetorkan terlebih dahulu kepada
mucikarinya yang bernama Sri. Setelah itu baru ia memperoleh bagiannya.
Mbak
Dya harus bekerja sesuai dengan panggilan orang-orang. Jika ada yang meminta
jam 2 siang, maka ia harus menuruti, begitu juga seterusnya. Bisa jadi jam 3
atau jam 5 dan bahkan tidak ada sama sekali. Ketika sudah diatas panggung pun
tak jarang ia minum minuman yang beralkohol hingga ia mabuk sampai pagi.
Belum
ada cita-cita yang telah ia capai selama ia bekerja di Sunan Kuning ini.
Penghasilannya hanya mampu mencukupi kebutuhan anak dan kedua orang tuanya. Ia
rutin menjenguk keluarganya setiap seminggu sekali. Pernah suatu saat anaknya
menanyakan perihal apa yang dilakukan ibunya, dan serta merta ia pun
kelimpungan menjawabnya. Dalam hati mbak Dya berontak sebenarnya harus bekerja
seperti ini. Namun harus dengan apa lagi ia menghidupi keluarganya. Kehidupan
ekonominya sekarang memang tercukupi namun ia tak dapat bahagia seutuhnya.
- Harapan WTS
Mbak
Dya jelas ingin hidup selayaknya orang biasa. Bukan hidup selamanya di daerah
seperti itu. Mbak Dya juga ingin beribadah dengan baik kepada Allah SWT. Namun
ia pun juga ingin kehidupan ekonominya tercukupi. Mbak Dya kini mengharap ada
seorang laki-laki yang benar- benar menyayangi dia dan mengajaknya untuk
menikah, maka ia akan keluar dari tempat tersebut dengan segera. Semoga apa
yang menjadi harapan mbak Dya dikabulkan oleh Allah SWT. Amiin.
- KESIMPULAN
Dari
data yang diperoleh dam wawancara, kita telah mengetahui sedikit tentang
bagaimana kehidupan para WTS. Hanya sedikit saja orang yang ingin mempunyai
kehidupan menjadi WTS bahkan tidak ada sama sekali. Hanya keadaan yang
membuatnya mereka seperti saat ini sekarang. Dari keadaan ekonomi hingga kebutuhan
seks yang tidak mencukupi. Secara utuh nalurinya memberontak dengan apa yang
mereka lakukan, namun ternyata hawa nafsu menutupi hati nurani mereka untuk
bicara.
Hal
ini bisa disebabkan pula karena rendahnya pendidikan yang mereka tempuh serta
kurangnya pendidikan agama yang ia peroleh. Mereka pasti mempunyai sejuta
alasan yang tentunya sulit diketahui hanya dalam wawancara singkat. Secara
global mereka masih ingat tentang dosa dari perbuatan mereka.
- PENUTUP
Demikianlah
laporan yang dapat saya sampaikan. Dari awal hingga akhir laporan yang saya
paparkan tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Namun harapan saya ini dapat
menjadi sebuah bahan pembelajaran dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Saya mohon
maaf bila ada kekurangan dalam laporan baik dalam tulisan maupun dari bahan
laporan saya.
No comments:
Post a Comment