Thursday, October 17, 2019

PENGALAMAN SANTRI



Mata Kuliah    : Psikologi Konseling

            Pengalaman ini saya alami sejak saya duduk di bangku MA (Madrasah Aliyah). Saat itu saya duduk di bangku kelas 6 TMI atau kelas 3 MA. Saat itu saya menjadi pengurus Organisasi Santri. Sejak awal masuk ke pesantren tersebut bukanlah keinginan pribadi dari saya, namun karena saya berfikir mungkin ini yang terbaik karena biaya sekolah masih orang tua yang nanggung jadi saya menuruti keinginan mereka dengan beberapa syarat yang salah satu syaraynya adalah saya tidak mau mengakui kalau kakak saya juga lulusan dari sana, karena kakak saya cukup dikenal dikalangan ustadz/ah, adik kelas, bahkan keluarga kiai. Karena bukan keinginan dari hati, saya berusaha untuk tidak menimbulkan masalah disana, karena pesantren tersebut dikenal sangat disiplin, ketat, bahkan ada yang menilai kejam juga, jadi saya selalu berupaya untuk menghindari segala pelanggaran yang ada.
            Namun apapun upaya saya tetap ada masalah yang timbul, entah dari masalah biasa sampai pernah saya berurusan dengan pengurus sebelum saya karena salah paham, dan selama saya merasa saya tidak salah, saya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun itu semua tidak diterima oleh pengurus, dan yang membuat saya kecewa saat salah satu pengurus membandingkan saya dengan kakak saya. Saya hanya terdiam menanggapi ulah dia, karena menurut saya dia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, hanya menanggapi apa yang di katakan temannya tanpa mencari tau yang sesungguhnya.
            Adapun yang paling menyedihkan dan menyakitkan saat saya sudah menjadi pengurus. Bukan masalah besar sebenarnya, jika bagi santri hal yang lumrah jika terlambat bagi ke pesantren. Saat itu saya terlambat sehari kembali ke pesantren, sebenarnya pengurus harus kembali sehari sebelum anggota. Namun karena saat hari yang di tentukan untuk pengurus kembali ke pesantren, saya dan kakak saya sempat ada masalah saat perjalanan kesana, akhirnya kami memutuskan untuk kembali kerumah dan perjalanan di putuskan besok pagi. Namun saat hukuman dijelasakan oleh ustadzah (karena pengurus yang memberi hukuman ustadzah) bahwa saya harus memilih antara menggunakan himar pelanggaran satu minggu atau di scorsing selama 2 minggu, kakak saya berupaya untuk menjelaskan kenapa saya terlambat, sedangkan ustadzah itu adalah teman kakak saya semenjak MTs hingga MA. Namun semua alasan sama sekali tidak diterima. Biasanya hukuman untuk molor sehari tidak sampai scorsing atau memakai himar pelanggaran, hukuman itu untuk pelanggaran berat seperti pacaran, bawa HP, dsb. Menurut saya hukuman itu hanya untuk menakut-nakuti pengurus, apalagi mau Amaliah Tadris (latihan mengajar) untuk kelas 6 TMI, bagi saya hukuman itu tidak mungkin, karena pengurus harus menjaga image di depan anggota.
Dan ternyata dugaan saya salah, karena hukuman itu benar-benar di jatuhkan, itu setelah satu minggu berlalu. Sontak saja, saya langsung menumpahkan air mata sepuasnya, saya belom bisa menerima semua kejadian itu, karena baru ini pengurus mendapat hukuman himar pelanggaran dan  selama satu minggu itu masa Amaliah Tadris, yang dimana hanya di beri dispensasi melepasnya saat maju Amaliah Tadris, Karena Amaliah Tadris itu berkelompok dan satu kelompok ada 10-15 orang, yang dimana selama seminggu seorang dari kelompok tersebut itu menggantikan guru-guru yang mengajar selama seminggu itu sesuai mata pelajarannya.
Sehari saya benar-benar merasakan kesedihan yang harus saya tumpahkan, seolah saya menyalahkan semua pihak, andai aku tidak pernah masuk ke pesantren itu, andai saya tidak harus mengikuti jejak kakak saya, andai ustadzah itu bukan kawan kakak saya, dan saya terus berandai-andai, dan saya merasa ini semua tidak adil, mana hukuman untuk mereka yang pacaran, ketauan bawa hp dsb.... Namun setelah saya merasa lelah dan tak ada guna lagi saya terpuruk dalam kesedihan karena semua sudah terjadi dan harus saya lalui,  saya pun berusaha untuk  menepis emosi saya , saya belajar menyiapkan materi saya untuk Amaliah Tadris. Karena haya harus mengajar maksimal, berusaha memahamkan murid-murid, agar Amaliah Tadris saya tidak mendapat nilai yang buruk dan nantinya saya harus mengulang. Jadi saya harus meyiapkan dari jauh-jauh hari, karena yang membri nilai cara pengajaran kita adalah teman sekelompok yang lain.
Dan terjadi lagi luapan kesedihan saya, saat saya selesai maju Amaliah Tadris, saya harus menilai teman sekelompok yang maju Amaliah Tadris di kelas anak putra. Saya benar-benar takut membayangkan harus menanggung malu saat melewati deretan anak putra yang posisi masih pada istirahat, apa yang akan mereka katakan tentang aku, apa yang akan di katakan pengurus putra nanti jika pengurus seangkatannya harus menggunakan himar pelanggaran. Namun saya segera menarik nafas panjang, sebelum teman-teman tau kalau saya habis menangis sejadi-jadinya selama jeda istirahat.
Dan itulah pengalaman emosi saya yang sampai saat ini masih terus teringat. Dan usaha saya untuk mengendalikannya adalah dengan mengalihkan pada kegiatan yang lebih positif, seperti persiapan matang untuk Amaliah Tadris, selaain itu saya juga berusaha untuk lebih matang menyiapkan UN. Karena saya ingin segera meninggalkan pesantren tersebut dengan hasil  yang baik, dan saya pun lebih mendekatkan diri pada allah, beristighfar terutama  karena saya sempat berfikir tidak jernih pada saat mengahadapi  masalah yang sedang terjadi, dan saya pun mendoakan ustadzah saya semoga cepat mendapatkan jodoh dan di murahkan hatinya agar tidak terlalu kejam atau dendam memberi hukuman pada pengurus, dan semoga masalah ini tidak terjadi pada adik tingkat saya.













No comments:

Post a Comment

Cerita Nyata

BAPAK HOBI SELINGKUH Cerita ini merupakan pengalaman anak tetanggaku, sebut saja namanya Finsa. Saat ini usianya hampir mendekati 20 t...